Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia

pemikiran islam

Modernis.co, Ciamis – Apabila kita mencermati perkembangan mutakhir (kontemporer) di tanah air, banyak sekali bermunculan berbagai corak pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Corak pemikiran tersebut antara lain adalah fundamentalis, teologis normatif, eksklusif, rasionalis, modernis, kultural, dan juga inklusif-pluralis.

Corak pemikiran Islam di Indonesia dipandang cukup signifikan. Hal tersebut dikarenakan semakin berkembangnya pemikiran-pemikiran Islam yang dulunya masih bersifat tradisional hingga menjadi modern atau kontemporer seperti sekarang ini.

Perkembangan pemikiran Islam tersebut, tidak lepas dari campur tangan tokoh-tokoh yang mempeloporinya. Sebagian tokoh-tokoh yang berkontribusi dalam pengembangan pemikiran Islam di Indonesia tersebut diantaranya adalah Harun Nasution, Kuntowijoyo, Moeslim Abdurrahman, Fazlur Rahman, Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, dan juga Mukti Ali.

Pada dasarnya, munculnya pemikiran-pemikiran Islam yang beraneka ragam tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa hal, baik itu secara eksternal ataupun internal. Menurut Nurcholish Madjid, latar belakang dari munculnya pemikiran yang dicetuskannya adalah karena keprihatinan dan pertanyaan terhadap sejumlah permasalahan mendasar. Permasalahan tersebut mengenai keadaan umat Islam yang dinilai tertinggal oleh kereta Indonesia yang sedang menuju stasiun modernisasi.

Mayoritas umat Islam, seolah-olah dianggap merasa asing di negeri sendiri. Hal tersebut dikarenakan partisipasi umat Islam terhadap persoalan besar di Indonesia sangat terbatas. Beradaptasi dari hal di atas, misi Islam yang diyakini sebagai rahmat li al’aalamin tidak teraktualisasi. Intinya, bagaimana kesadaran Islam yang substantif seharusnya diaktualisasikan dalam konteks Indonesia yang sedang menghadapi berbagai persoalan modern.

Berikut penulis mencoba menjabarkan beberapa pemikiran yang penulis simpulkan dari beberspa literatur. Terlepas yang mana yang lebih benar, penulis tidak akan menjabarkannya, melainkan hanya menganalisis secara sosiologis aliran-aliran pemikiran Islam yang ada di Indonesia:

Pemikiran Islam Fundamentalis

Kata fundamentalis berasal dari bahasa Inggris yang berarti pokok, asas, dan fundamentil. Islam fundamentalis yaitu sikap dan pandangan yang berpegang teguh pada hal-hal yang dasar dan pokok dalam Islam dengan tidak mempertentangkannya dengan ilmu dan teknologi.

Paham ini memiliki ciri-ciri eksklusif, doktriner, keras, radikal dan politis. Menurut Abuddin Nata, pemikiran ini diwakili oleh Dr. Zulfikar dan kelompoknya, serta Kartosuwiryo di masanya. Munculnya corak pemikiran ini merupakan respon terhadap arah politik dan kondisi sosial yang cenderung memojokkan agama.

Berbeda hal dengan Nurcholis Madjid yang melihat fundamentalisme dari sudut pandang politik, yaitu suatu gerakan yang menimbulkan sikap ekstremis, fanatisme, atau bahkan terorisme dalam mewujudkan keinginannya untuk mempertahankan keyakinan keagamaan.

Kaum fundamentalis ingin kembali ke masa Rasulullah secara murni baik dari pakaian maupun tingkah laku. Selain itu, kaum fundamentalis ingin kembali ke alam dan tidak setuju terhadap industri yang akhirnya akan merusak kehidupan manusia dan makhluk lain.

Intinya, Islam fundamentalis adalah upaya untuk kembali kepada dasar-dasar agama, dan mempersempit pemahaman agama sehingga cenderung tektualis.

Pemikiran Islam Teologis-Normatif

Islam teologis-normatif adalah paham yang meyakini bahwa ajaran Islam adalah wahyu Tuhan yang wajib diyakini dan diterima sebagai kebenaran mutlak dan tidak boleh digugat. Paham ini muncul sebagai respon terhadap pandangan yang dinilai kurang meyakini kekuasaan Tuhan dan cenderung berpikir pragmatis.

Amin Abdullah mengatakan bahwa ciri-ciri Islam teologis-normatif ini antara lain: bercorak literalis, tekstualis, atau skriptualis. Kelompok penganut paham ini adalah kebanyakan Muslimin Indonesia pengikut teologi klasik Asy’ariyah.

Pemikiran Islam Eksklusif

Islam eksklusif adalah sikap keberagamaan yang memandang bahwa keyakinan, pandangan, pikiran, dan prinsip diri sendirilah yang paling benar. Sementara itu, keyakinan, pandangan, pikiran dan prinsip yang dianut orang lain salah, sesat, dan harus dijauhi. Akibat dari hal tersebut, kaum pemikiran eksklusif ini tidak mau menerima saran, masukan dan pemikiran yang berasal dari luar.

Paham ini muncul disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain karena pemahamannya terhadap teks-teks agama yang tekstual, wawasan pemikirannya yang sempit, dan faktor-faktor historis, dimana dalam perkembangannya Islam pernah mengalami konflik dengan agama lain seperti Nasrani.

Pemikiran Islam Rasional

Islam rasional yaitu Islam yang dalam menjelaskan ajaran-ajarannya tidak hanya mengandalkan pendapat wahyu, tetapi juga mengikutsertakan akal pikiran yang nantinya digunakan untuk memperkuat dalili-dalil yang terdapat dalam ajaran agama. Ciri-ciri pemikirannya adalah 1) menggunakan akal pikiran dalam memperkuat argumen, tanpa meninggalkan wahyu, 2) selalu mencari hikmah yang dapat diterima akal dari suatu ajaran agama, dan 3) selalu berpikir sistematik, radikal, dan universal.

Corak pemikiran ini banyak diikuti oleh kelompok Muslim intelektual dan akademisi. Tokoh pelopor pemikiran Islam rasional ini adalah Harun Nasution. Harun Nasution berusaha menguakkan bagian-bagian ajaran Islam yang kurang diungkapkan secara terbuka sebelumnya di Indonesia ini, ataupun yang memang tidak dibicarakan sama sekali.

Harun Nasution berusaha memberi orientasi tertentu tentang Islam, yang lain daripada yang biasa berkembang sebelumnya. Munculnya pemikiran ini dilatarbelakangi oleh keadaan umat Islam yang stagnan karena taklid, takut mendayagunakan akal untuk memahami Islam, dan dominannya pemikiran Islam yang mitologis.

Pemikiran Islam Transformatif

Islam transformatif adalah Islam yang mengubah keadaan masyarakat yang terbelakang menjadi masyarakat yang maju, membentuk masyarakat yang biadab menjadi beradab, dan menuju masyarakat yang memiliki keseimbangan material dan spiritual.

Menurut Kuntowijoyo, salah satu kepentingan terbesar Islam sebagai sebuah idiologi sosial adalah bagaimana mengubah masyarakat sesuai cita-cita dan visinya mengenai transformasi sosial.

Ciri-ciri pemikiran transformatif ini adalah 1) selalu berorientasi pada pembentukan dan pengubahan masyarakat Islam, 2) menuntut keseimbangan antara formalisme dan simbolisme dalam agama, 3) konsen kepada tema-tema pemberdayaan kaum dhu’afa dan tertindas, atau mereka yang tidak mendapat keuntungan dari suatu sistem, 4) untuk memahami permasalahan, dipergunakan teori-teori atau ilmu-ilmu sosial.

Pemikiran Islam Aktual

Islam aktual yaitu Islam yang dihayati dan dipraktekkan dalam kenyataan hidup sehari-hari di masyarakat, serta dalam interaksinya dalam memecahkan berbagai masalah sosial kemasyarakatan, ekonomi, politik, dan sebagainya.

Dengan kata lain, Islam aktual adalah Islam dalam kenyataan bukan Islam sebagai konsep. Adapun ciri-cirinya adalah 1) lebih menekankan perilaku, aksi, dan karya nyata daripada sekedar berbicara konsep, 2) bersifat pribadi, dan amat beragam bentuk dan corak aksinya. Dapat dikatakan, corak pemikiran Islam aktual ini mirip dengan semangat Islam transformatif.

Pemikiran Islam Kontekstual

Islam kontekstual yaitu Islam yang dalam penjabarannya senantiasa memperhatikan situasi dan kondisi dimana Islam dikembangkan. Islam kontekstual memahami teks-teks agama sekaligus dengan konteks ruang dan waktu dimana teks itu muncul dan kemudian ditafsirkan dari waktu ke waktu. Tujuannya adalah agar ajaran Islam senantiasa hidup dan relevan dengan kebutuhan umat di berbagai zaman. Pemikiran ini berkembang di Indonesia berkat pelopor seperti Fazlur Rahman, Nurcholish Madjid, dan Kuntowijoyo.

Pemikiran Islam Esoteris

Islam esoteris yaitu suatu kajian tentang Islam yang mengkonsentrasikan pembahasan pada segi pembersihan anggota batiniah (bidang tasawuf) agar tercapai kesucian jiwa dan dengan demikian dapat memperoleh hubungan dengan Tuhan. Corak pemahaman keislaman seperti ini akan menjadi tujuan ideal yang akan dicapai dalam kehidupan di dunia ini.

Pemikiran Islam Tradisionalis

Islam tradisonalis yaitu Islam yang senantiasa berpegang pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang dipahami dan dipraktekkan oleh ulama terdahulu dalam bidang ilmu agama seperti fikih, tafsir, kalam, tasawuf, dan lain sebagainya. Menurut Abuddin, Islam tradisionalis dicirikan sebagai berikut: 1) eksklusif, 2) tidak membedakan antara ajaran dan non ajaran, 3) berorientasi ke belakang,

4) cenderung tekstualis-literalis, 5) cenderung kurang menghargai waktu, 6) tidak mempermasalahkan masuknya suatu tradisi, 7) mengutamakan perasaan daripada pikiran, 8) bersikap jabariyah dan teosentris, 9) kurang menghargai ilmu pengetahuan dan teknologi, dan 10) jumud dan statis.

Pemikiran Islam Modernis

Islam modernis yaitu paham keislaman yang berusaha melakukan reinterpretasi terhadap ajaran Islam yang telah dipahami oleh generasi terdahulu untuk disesuaikan dengan perkembangan modern. Reinterpretasi tersebut dilakukan secara rasional, ilmiah, serta sejalan dengan syari’at Tuhan baik yang terdapat di dalam Al-Qur’an ataupun As-Sunnah.

Pemikirannya bersifat rasional, dinamis, progresif, dan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Adapun tokoh dan organisasi yang termasuk dalam kategori ini adalah Nurcholish Madjid dan Muhammadiyah.

Pemikiran Islam Kultural

Islam kultural adalah paham keislaman yang dalam praktek keagamaan sangat longgar terhadap produk-produk budaya lokal dan tidak bertujuan “mengislamkan” produk-produk tersebut secara legal-formal. Pendekatan keislaman paham ini dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh suatu budaya.

Pemikiran Islam Inklusif-Pluralis

Secara etimologis, pluralisme berasal dari kata pluralitas yang memiliki arti kebanyakan, kemajemukan dan keragaman. Dalam pengertian generiknya, pluralisme merupakan pandangan yang mengafirmasi dan menerima keragaman. Penggunaan istilah pluralisme dalam agama (pluralisme agama) yang diartikan sebagai relasi damai antar agama yang berbeda.

Pluralisme ini merupakan bagian dari sunnatullah sebagai kenyataan yang telah menjadi kehendak Allah SWT. Kelompok pengikut paham ini biasanya dicirikan dengan sikap yang terbuka, mudah diajak untuk berdialog, dan toleran terhadap keyakinan yang lain.

Corak pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia menunjukan betapa beragamnya pemikiran Islam di tanah air ini yang dapat kita lihat di sekeliling kita secara kasat mata, dan dari sini kita dapat dengan mudah membedakan dan memahami secara umum gambaran pelbagai pemikiran Islam yang ada di Indonesia.

Termasuk di bagian yang mana kita berdiri dan munculnya sebuah pemahaman bahwa di dalam Islam sendiri memiliki corak pemikiran yang beragam, khususnya di Indonesia. Sehingga kita bisa saling menghormati dan menghargi di tengah kehidupan masyarakat yang plural.

*Oleh: Adi Irfan Marzuqi (Sekbid Hikmah IMM Cabang Malang Raya 2017-2018). 

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan pikiran-pikiran anda via website kami!

Related posts

Leave a Comment