Sumber Foto: kompas.com
Modernis.co, Malang – Bila dirunut secara kronologis organisasi, pra-kemerdekaan di Indonesia dimulai dari Budi Utomo yang dibentuk oleh siswa STOVIA. STOVIA adalah sekolah untuk dokter di Jawa dan berada di tengah-tengah masa penjajahan Belanda.
Organisasi Budi Utomo adalah salah satu organisasi pertama sebelum kemerdekaan yang menggerakkan kesadaran ber-nasionalisme dan bangkit untuk mempersatukan masyarakat Nusantara. Tujuan awal Budi Utomo berdiri adalah dengan meningkatkan pendidikan di masyarakat sehingga kesejahteraannya juga membaik.
Pencetus gagasan untuk memberikan pendidikan secara meluas diusung oleh dr. Wahidin Sudiro Husodo. Beliau mengajukan kepada petinggi-petinggi pribumi daerah Jawa untuk membentuk organisasi , mengumpulkan dana dan memberikan beasiswa kepada rakyat. Gagasan dr. Wahidin banyak ditolak oleh petinggi-petinggi tersebut.
baca juga opini lainnya : Ijtihad Pemikiran Kaum Muda Muhammadiyah
Tahukan siapa yang mau mendukung gagasan dr. Wahidin? Pribumi-pribumi intelek dari STOVIA, sebuah sekolah dokter. Para siswanya, yang diprakarsai oleh dr. Soetomo, menyambut baik gagasan dari dr. Wahidin. Pada akhirnya, terwujudlah organisasi Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 dengan anggotanya sebagian besar adalah siswa kedokteran ditambah dengan mitra profesi lainnya.
Organisasi ini melakukan beberapa kongres untuk mengemukakan pendapat mengenai tujuan organisasi ini dan bagaimana cara mereka menjalankannya. Bisa disimpulkan secara singkat bahwa seluruh gagasan selalu berujung pada memikirkan nasib masyarakat Nusantara.
Sekalipun Budi Utomo terbentuk oleh mayoritas siswa sekolah dokter, isu yang dibahas tidak hanya kesehatan saja. Mereka juga membahas tentang persatuan antara suku-suku di Jawa agar kehidupan dalam bermasyarakat lebih harmonis tanpa memandang suku, pangkat dan kekayaan. Ditambah lagi dengan gejolak masa kolonial yang membakar semangat anak muda dalam organisasi ini sehingga mengusulkan adanya usaha untuk memperjuangkan hak rakyat yang telah diinjak-injak oleh penjajah.
Tidak bisa dipungkiri kehadiran organisasi Budi Utomo ‘menginspirasi’ kaum intelek dari bidang lain membentuk organisasi bertujuan menjunjung kebangkitan nasional. Perubahan cara berpikir anak muda yang mengenyam pendidikan pada masa itu, mau tidak mau mendorong keinginan mereka untuk memperjuangkan emansipasi bagi nusantara. Mereka berpikir keras, contemplating, atau bahasa lainnya berijtihad, untuk menemukan solusi dari isu-isu tersebut dan bergerak bersama untuk menyelesaikannya.
Hal inilah yang jarang kita temui pada masa ini. Banyak dari anak muda, mahasiswa kedokteran (atau mahasiswa pada umumnya) kurang perhatian kepada isu-isu yang beredar di sekitarnya. Dalihnya? Sibuk belajar. Hal ini diperburuk dengan kurangnya kesadaran dalam berorganisasi di mana dalam berorganisasi banyak diskusi yang dapat dilakukan serta sharing untuk menambah pengetahuan serta meningkatkan empati terhadap lingkungan sosial.
baca juga opini lainnya : Pemuda Muhammadiyah di Jalan Licin
Lalu apakah kita harus menjadi kritis, selalu membicarakan masalah nasional, menonton acara politik, dan selalu mengkritik? Jawabannya, tidak harus. Setiap orang punya cara sendiri-sendiri untuk mengasah rasa sosial. Berorganisasi menjadi salah satu jawaban karena dengan berorganisasi kita bisa bertemu banyak pendapat dari berbagai latar belakang, berbagi pengetahuan tentang isu-isu, hingga menemukan banyak solusi dan jawaban untuk menyelesaikan isu tersebut.
Dalam organisasi sendiri yang menjadi nilai plus adalah sudah terteranya tujuan umum yang jelas, sehingga diskusi yang diikuti oleh berbagai macam individu akan berakhir dengan tujuan yang serupa dengan tujuan umum organisasi. Seperti halnya Budi Utomo yang pada saat kongres setiap anggotanya punya pendapat berbeda akan tetapi tujuannya tetap satu yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat nusantara, salah satunya melalui pendidikan.
Sebagai mahasiswa di fakultas Kedokteran akan lebih baik jika kita berani berkaca pada masa lalu, di mana penggerak perubahan adalah siswa Kedokteran. Dikutip dari pidato oleh dr. Fachmi Idris sebagai ketua umum IDI tahun 2007, beliau menyampaikan bahwa pekerjaan ke-profesi-an dokter sarat dengan nilai kesetaraan yang berarti mempertimbangkan agama, kedudukan, jenis kelamin, suku dan politik kepartaian. Hal inilah yang dapat membangkitkan rasa Nasionalisme pada jaman penjajahan sehingga mereka berani bersatu dan membentuk organisasi Budi Utomo.
Apakah semangat tersebut tidak dapat kita dipraktikkan pada jaman ini? Tentu saja sangat bisa. Kita dapat memulainya dengan berusaha untuk bersikap terbuka dan empati dengan isu-isu sosial maupun isu lain di sekitar kita karena bidang kedokteran ini tidak hanya bersenggolan dengan sains saja, tapi juga dengan perasaan manusia. Setidaknya anggap saja sebagai latihan untuk menjadi calon dokter yang pengertian kepada pasien sehingga ke depannya tidak kaget dalam menghadapi dunia nyata.
baca juga opini lainnya : Menggugat Mahasiswa Anti Omek!
Cara yang sudah tersedia? Bergabunglah dengan suatu organisasi, sering berdiskusi dan menjadi aktif di dalamnya!
*Oleh : Nafia Prasetyo (Mahasiswi Fakultas Kedokteran UMM Sekretaris Bidang Keilmuan IMM Komisariat “Al-Zahrawi” periode 2018-2019)