Pemulihan Ekonomi dan Konsumsi Domestik

konsumsi domestik

Modernis.co, Jakarta – Dalam situasi semua orang mengatakan dunia turun, dunia gelap dan dunia tidak baik baik saja. Bahwasannya resiliensi yang kita perlukan ini adalah landasan kita untuk optimis, berarti ada daya tahan dalam perekonomian kita. Inflasipun harus kita kendalikan, tidak hanya bank Indonesia sendiri yang berkerja mengendalikan inflasi tetapi pemerintahan pun ikut turun dalam pengendalian inflasi di pusat dan daerah.

Ini menimbulkan dan menyebabkan Indonesia kuat intensitas kemampuan yang baik untuk tampil dalam sisi mengendalikan harga relative dari negara negara lain yang hanya mengendalikan suku bunga dari bank centralnya. Dan kita masuk ke 2023 ini dengan optimisme dengan kinerja positif perekonomian seperti pemulihan ekonomi menguat, sektor strategis ekspansif, kinerja konsumsi, investasi, dan neraca perdagangan membaik, laju inflasi moderat, kinerja APBN 2022 sangat positif.

Kalau ini terjadi perbaikan maka Indonesia harus menjaga apa yang sudah kita capai ini, resiliensi dan pondasi ekonomi dari sisi pemulihan sesudah pandemi yang memang kita berhasil menjaganya dengan baik. Tidak berarti bahwa kita tidak waspada, waspada dengan risiko ketidakpastian tinggi seperti perlambatan ekonomi global, tensi geopolitik menganggu sisi suplai, kebijakan pengetatan moneter global agresif dan scarring effect dampak pandemi.

Ini semua dalam bentuk optimis dan waspada ditengah risiko tekanan geopolitik, ancaman resesi dan persiapan pemilu 2024. Seluruh perubahan dunia ini sebetulnya Indonesia bisa untuk menciptakan kesempatan yang luar biasa, dalam menjaga momentum ekonomi di tengah ketidakpastian. Dengan modalitas peningkatan produktivitas untuk transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Ekonomi secara pelan tapi pasti Kembali tumbuh, dan besarannya berada pada kisaran rata-rata 5% per tahun. Yang menarik adalah bahwa pengeluaran konsumsi rumah tangga selalu muncul sebagai juara pertama memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi. Seiring kuatnya dukungan belanja tersebut, ekonomi dapat pulih dengan cepat dan dunia usaha dapat bangkit lebih kuat, sehingga berdampak positif terhadap pendapatan negara.

Yang kinerja pendapatan optimal tersebut terutama dipengaruhi pemulihan aktivitas ekonomi yang semakin menguat, masih tingginya harga komoditas, serta buah dari reformasi perpajakan. Kita juga harus menakar apa yang kita anggap merupakan suatu cerita yang sebetulnya menggambarkan kehati-hatian, ternyata diterima sebagai suatu ketakutan atau menaku-nakuti. Karna banyak masyarakat pelaku ekonomi bertanya “Jadi saya mesti bagaimana?” “Saya boleh gak investasi terus?”.

Bisa kita lihat, investasi sudah semakin tumbuh, kepercayaan diri seorang konsumen sudah tinggi, ekspor kita bagus, peluang investasipun terbuka. Jadi tidak ada salahnya kita untuk tetap waspada. Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga diperkirakan tetap kuat dan berpontesi lebih tinggi didorong kenaikan ekspor serta semakin membaiknya permintaan domestik khususnya konsumsi swasta.

Dalam kelola ekonomi 3 tahun terakhir pada saat pandemi, penerimaan negara kita itu jatuh mendekati 20% kontraksinya. Dan dalam situasi yang syok sangat dalam, APBN mencoba menyanggah bahkan belanja itu masih tumbuh mendekati 13%. Jadi penerimaannya jatuh, belanja juga jatuh, makanya defisitnya melebar. Itu adalah bentuk yang disebut countercyclical.

APBN meredam syok karena kalo kita tidak punya APBN yang kuat, syok yang tadi jatuh penerimaan dan kita ikut jatuh dari segi belanja, ekonomi juga akan jatuh sangat dalam. Tahun 2021 kita sudah mulai tumbuh, namun kita terkena delta varian, kita masih ada omicron tahun 2021 awal 2022. Jadi kita tetap memberikan support itu namun memang selectif. Tidak semua karena kementrian lembaga juga dalam situasi tidak bisa keluar, lockdown dan PSBB.

Jadi mereka tidak bisa melakukan atau menggunakan seluruh programnya. Jadi dilakukanlah prioritasi yang dimasukkan ke daerah yang memang sangat mebutuhkan kesehatan, bantuan sosial, infrastruktur di dalam rangka konektifitas karena kita tau dalam kondisi seperti ini pemulihan ekonomi tidak akan cepat. Jadi kalo dilihat pemulihan ekonomi Indonesia infrastruktur yang kita bangun dengan APBN dan dengan uang pajak itu semua membantu pemulihan ekonomi kita.

Sekarang kita masuk ke 2022 ke 2023, pemerintah sudah mengalokasikan semua anggaran kementerian dan lembaga. Yang sangat penting dalam pemulihan ekonomi juga yaitu prioritas. Dan untuk mencapai prioritas itu kita mengekstimasi penerimaan negara itu seperti apa, dengan berbagai ketidakpastian yang mungkin terjadi di tahun 2023. Aspirasi indonesia dengan eksport, transaksi atau neraca perdagangannya surplus tertinggi di dalam cerita.

Mestinya terekam di dalam catatan defisa Indonesia, seandainya memang kita memiliki sumber. Jadi wajar kita sedang menjaga perekonomian kita, polesi dan regulasi yang digunakan itu untuk kebaikan masyarakat dan pemerintahan, jadi bukan untuk mematikan atau menghalangi suatu kegiatan ekonomi. Dan kalo Indonesia stabil dan ekonomi tumbuh terus yang beruntung juga pengusaha-pengusaha termasuk para eksportir. Jadi dalam hal ini polesi dan regulasi siap di dukung oleh kementrian keuangan.

Oleh: Alya Syafira Usman, Mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan pikiran-pikiran anda via website kami!

Related posts

Leave a Comment