Tantangan PAI di Masa Pandemi

tantangan pendidikan

Modernis.co, Nusa Tenggara Barat – Pandemi Covid-19 sebenarnya telah mempengaruhi semua aspek gaya hidup. Dalam hal kesehatan, masyarakat sangat memperhatikan tentang mencuci tangan dan memakai masker. Bahkan Ibadah secara terpaksa harus di rumah.

Pendidikan Agama Islam sejauh ini telah berjalan online selama pandemi. Misal, mengirim materi dan tugas latihan melalui WhatsApp. Tugas praktek, misal hafalan Al Qur’an dan Shalat direkam dan dikirim balik lewat WA berupa video. Ada perubahan metode pembelajaran dengan media yang berubah pula.

Tentu kita sebagai guru dan murid merasa ada ketidakpuasan karena ada jarak yang cukup lebar antara guru dan murid. Selain itu pendidikan Agama tidak sekedar tahu akan pengetahuan Agama.

Ada nilai yang seharusnya tertanam dengan baik kepada peserta didik. Tidak ada yang menjamin transfer nilai dapat tercapai dengan baik. Dengan catatan, jika orang tua memiliki kepedulian terhadap pendidikan Agama, mungkin tidak menjadi masalah.

Namun jika sebaliknya, ini menjadi problem sendiri. Bagi guru yang mendapat tanggung jawab untuk mencerdaskan peserta didiknya, yang tidak sekedar mengajar namun juga mendidik.

Sehingga dia mendapat beban tersendiri jika peserta didik hanya sekedar memperoleh transfer ilmu tanpa nilai.

Oleh karena itu memerlukan terobosan agar dapat belajar secara efektif selama pandemi Covid-19.

Terobosan itu harus dari diri sendiri yang berawal dari keraguan terhadap apa yang kita lakukan selama pandemi ini. De omnibus dubitandum yang berarti segala sesuatu perlu mempertanyakan (Rene Descartes: 2015).

Apapun yang kita inginkan untuk mengetahui segala sesuatu maka perlu meletakkan keraguan. Dari keraguan ini yang menumbuhkan rasa gelisah untuk menyelesaikan berbagai persoalan. Keraguan itu semakin menguat selama proses pembelajaran.

Pembelaran online menjadi masalah tersendiri bagi siswa dan orang tua. Bagi siswa agar lebih mandiri dalam belajar. Namun justru orang tua yang harus mengerjakan lantaran takut nilai anaknya merosot.

Tentu ini bukan kabar baik terhadap proses pembelajaran. Jika guru Pendidikan Agama Islam mau kritis terhadap problem ini. Pengajaran agama tidak menyentuh mendalam terhadap peserta didik.

Mengapa guru Pendidikan Agama Islam perlu mengamati sampai sedalam itu? Sebelum menjawab dari kata tanya “mengapa”. Alangkah baiknya jika mengetahui karakter manusia berasal dari rasa tahu. Rasa tahu ini mendorong untuk mengamati sebuah obyek dengan perhatian maksimal sehingga muncul masalah (John Dewey: 2005).

Manusia melakukan pengamatan ingin menyelesaikan sesuatu. Apakah selesai dari masalah atau semakin berkembang. Ada nilai positif untuk proses berpikir tajam.Charles Kimball (2005).

Menambahkan pengamatan keagamaan lain dalam When Religion Becomes Evil dan mengangkat banyak pertanyaan terhadap agamawan dan agama pasca peristiwa 9/11 di New York.

Agama merupakan kekuatan sosial yang paling besar dan positif. Agama telah berhasil memberi inspirasi pada setiap insan. Bahkan Agama menjadi solusi dalam mengatasi kepentingya dan mengejar nilai yang lebih tinggi.

Namun, hal sebaliknya adalah juga mungkin yaitu penyimpangan-penyimpangan yang membuat agama-agama menjadi “bencana kemanusiaan” (Hartono Budi: 2006).

Agama bisa memberi kekuatan atau bencana tergantung dari seberapa jauh nilai agama tersebut memberi nilai kepada individu dan sosial.

Nilai utama yang patut untuk dikembangkan yaitu perkembangan nilai atau karakter. Sopan santun, toleransi dan nasionalisme merupakan nilai luhur. Patut untuk diinternalisasi melalui Pendidikan Agama Islam.

Pendidikan karakter tidak bisa hanya sekedar mencatat dan menghafal semata.

Bahkan evaluasinya tidak bisa dalam jangka waktu yang sangat singkat. Perlu sebuah proses secara menyeluruh dan berkesinambungan.

Proses psikologis serta sosial-kultur tergolong dalam Spiritual and emotional developmen (olah hati). intellectual development (olah pikir), physical and kinestetic development (olahraga dan gerak) dan affective and creativity evelopment (olah rasa dan karsa).

Keempat proses psiko-sosial tersebut secara holistik dan koheren memiliki kaitan pada pembentukan karakter kepada nilai luhur (Ainiyah: 2013).

Pendidikan Agama memiliki peran vital sebagaimana undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal 36 yang berbunyi:

“Kurikulum di Indonesia tersusun berlandaskan peningkatan iman dan takwa, Akhlak mulia”.

Al-Ghazali menjelaskan jika akhlak merupakan sikap yang mengakar dalam jiwa dan darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan (Rusn: 1998).

Ada titik berat pada penanaman sikap dan kepribadian. Ketika pilar utama dalam Pendidikan Agama Islam adalah akhlak, maka cara transformasi nilai pada masa pandemi ini perlu penyesuain yang khusus.

Ukuran keberhasilan secara kognitif, afektif dan psikomotorik tetap berlaku. Sebagaimana penerapan kurikulum 2013 ketika bertatap muka.keberhasilan pembelajaran Pendidikan Agama Islam.


Menurut Abdullah Nasih Ulwan akan tercapai jika memakai konsep pendidikan inluentif yang terdiri dari pendidikan dengan keteladanan, pendidikan dengan adat kebiasaan, pendidikan dengan nasihat, pendidikan dengan memberi perhatian dan pendidikan dengan memberi hukuman.

Pada pemberian kepada teladan seorang guru perlu bekerjasama dengan orang tua agar mau menjadi guru ketika di rumah.

Kegiatan di rumah yaitu mulai dari menjaga shalat, bertutur yang baik dan disiplin waktu. Meski berada di rumah kebiasaan baik perlu peningkatan.

Membangun kedekatan orang tua dengan anak. Jika orang tua mengalami kesulitan, seorang guru siap membantu memfasilitasi sehingga orang tua dan anak terjalin kedekatan.

Selama pandemi Covid-19, kreativitas guru pendidikan Islam dalam memilih media dan metode perencanaan menjadi sangat penting. Memilih dan menentukan metode pembelajaran sama dengan memilih dan menetapkan tujuan pembelajaran. Karena metode tersebut yang mengarah pada tujuan yang kuat dan mengarah pada tujuan pembelajaran.

Oleh karena itu, kreativitas guru Pendidikan Agama Islam dalam memilih media dan metode pembelajaran online menjadi bagian penting. Hal ini guna mengatasi tantangan mengajar guru selama periode Covid-19.

Guru Pendidikan Agama Islam adalah kunci sukses keberhasilan dalam pembelajaran, berupaya untuk meningkatkan kreativitas dalam proses mengajar. Dalam menghadapi permasalahan pembelajaran daring, guru Pendidikan Agama Islam perlu meningkatkan kreativitas.

Kreativitas tersebut berkaitan dengan kemampuan guru dalam menciptakan perubahan-perubahan model pengajaran. Kemampuan guru melakukan pembenahan-pembenahan kelemahan prosedur atau tahapan pengajaran. Kemampuan guru untuk mengeksplorasi (mencari) ide-ide baru. Serta kemampuan guru dalam memanfaatkan kamajuan media teknologi serta berbagai kemampuan lain yang signifikan dengan kategori guru yang kreatif.

Guru PAI harus kreatif sehingga dapat menjadi solusi pembelajaran selama pandemi Covid-19.

Ide-ide saat mengembangkan sistem pembelajaran online bagi siswa untuk belajar di rumah. Oleh karena itu, selama pandemi Covid-19 belum berakhir, saya berharap para pemgajar pendidikan agama Islam terus mengembangkan diri dan berusaha untuk terus meningkatkan kreativitas mengajarnya.

Oleh: Chairul Manek Ismail (Mahasiswa Pendidikan Agama Islam UMM)

editor
editor

salam hangat

Related posts

Leave a Comment