Spirit Keragaman Masyarakat Majemuk

spirit keragaman

Modernis.co, Banten – Menurut Geertz, sedemikian kompleksnya sehingga rumit untuk menentukan anatominya secara persis. Negeri ini bukan saja multietnis (Dayak, Kutai, Flores, Bali, dan seterusnya). Tetapi juga menjadi medan pertarungan berbagai pengaruh multi-mental dan ideologi (India, Cina, Belanda, Portugis, Hinduisme, Budhisme, Konfusianisme, Islam, Kristen Kapitalisme, Sosialisme, dan seterusnya).

Dengan heterogenitas budaya, bahasa, ras, etnik, suku, kelompok, ormas, aliran kepercayaan dan agama, menjadikan Indonesia sebagai nation state yang kaya akan keberagaman.

Adalah suatu keniscayaan bahwa manusia Indonesia berhadapan dengan sesuatu hal yang berbeda, sebab dengan keanekaragaman budaya, bahasa, ras, etnik, suku, dan agama tidak menjadikan masyarakat Indonesia yang homogen tapi masyarakat Indonesia yang majemuk.

Keragaman atau pluralitas ini merupakan sunatullah, dan sikap kita adalah menerima hidup ditengah-tengah pluralitas itu. Menentang pluralitas sama halanya dengan menentang sunatullah.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita dipersatukan dengan konsensus kolektif para founding fathers. Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika dicipta untuk menjadi ideologi dan simbol pemersatu. Memperkuat kohesi sosial anak bangsa, dan mempermudah kontak masyarakat Indonesia.

Kita menoleh sedikit ke beberapa kasus atau konflik yang merusak spirit keragaman. Misalnya adalah konflik antar agama di Ambon Maluku. Konflik ini adalah konflik kekerasan dengan latar belakang perbedaan agama yakni antara kelompok Islam dan Kristen. Menelan korban sekitar 8-9 ribu orang tewas, dan kerugian dari kerusakan fasilitas publik. Kasus penyerangan jemaat Ahmadiyyah di Cikeusik dan penyerangan jemaat Syiah di Sampang. Kasus ini adalah salah satu kasus dari rentetan kasus yang melibatkan penyerangan Ahmadiyyah dan Syiah.

Konflik antar suku di Sampit antara suku Madura dengan suku Dayak dan kasus di Papua, Nusa Tenggara, dan beberapa daerah lain. Kasus sentimen/diskrimiansi terhadap etnik tertentu, bahkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat sepanjang 2011-2018 telah terjadi 101 kasus diskriminasi etnis. Pembubaran pengajian yang dilakukan kelompok atau ormas tertentu terhadap da’i, dan deretan kasus lain.

Sampai di titik ini apakah semangat keragaman sudah tercerminkan secara komprehensif oleh manusia Indonesia?

Di beberapa buku yang pernah saya baca, ada beberapa diskursus terkait tata kelola masyarakat yang heterogen, misalnya adalah multikulturalisme, komunitarianisme, pluralisme kultural, pluralisme kewargaan, dan sebagainya.

Terlepas dari sejarah masing-masing penggunaannya, istilah untuk menggambarkan tanggapan atas isu keragaman, untuk saat ini tidak perlu mengklaim adanya satu definisi yang benar.

Pengakuan akan perbedaan adalah fundamen masyarakat majemuk. Praktik sehari-hari dalam kehidupan bermasyarakat adalah bagaimana menghormati dan mengakui perbedaan. Tidak sekadar sikap toleran, tapi menghargai keberadaan kelompok lain. Praktik politik kenegaraannya bisa tertuang lewat aturan yang dihasilkan dari proses legislasi. Bagaimana aturan tersebut apakah diskriminatif atau non-diskriminatif.

Kehidupan kolektif dalam masyarakat yang majemuk harus ditopang oleh beberapa tonggak. Aturan negara/konstitusi untuk mengatur hak-hak warga negara dan kultur kewargaan semisal menerima identitas keragaman yang dihidupi oleh warga negara, kedua dasar ini harus menopang masyarakat yang majemuk agar kehidupan kolektif menjadi kukuh.

Spirit keragaman bisa diejawantahkan dengan partisipasi masyarakat di ruang publik. Sejauh mana inklusivitas ruang publik sehingga semua kelompok masyarakat terlibat dalam kehidupan bersama. Tidak termonopoli oleh suatu kelompok sehingga terhindar dari rasa pembedaan perlakuan.

Berkaca pada konflik yang telah terjadi, negara gagal dalam menjaga ruang publik yang bebas dari intimidasi, diskriminasi, dan bahkan konflik, disini negara dan warganya punya peran penting akan adanya ruang publik yang berkualitas yang bebas dari intimidasi, diskriminasi, dan konflik.

Upaya menanamkan spirit keragaman untuk membangun bangsa yang majemuk adalah hal esensial. Menekankan penghargaan pada perbedaan dan pengakuan terhadap keragaman budaya, etnik, agama, kelompok. Sebagai langkah preventif atas konflik untuk satu atau dua dasawarsa. Bahkan produk jangka panjang kehidupan berbangsa dan bernegara kedepan. Serta memperkaya pemikiran dalam berbangsa dan bernegara.

Oleh: Faiz Romzi Ahmad (Kabid Pendidikan dan Dakwah Himpunan Mahasiswa Mathla’ul Anwar UIN Banten)

Faiz Romzi Ahmad
Faiz Romzi Ahmad

Warga Mathla'ul Anwar

Related posts

Leave a Comment