Rocky Gerung Harus Disingkirkan?

nurbani yusuf

Modernis.co, Malang – cIni memprihatinkan dan kiamat kubra bagi para akademisi dan intelektual. Socrates dipaksa mati. Imam Ahmad dicambuk dan dibui. Buya HAMKA diadili karena fitnah plagiasi.

Sejarah memang terus berulang dan menelan atau membenam siapapun yang melawan. Socrates dipaksa minum racun. Karena buah pikirannya dianggap jahat mengganggu logika awam.

baca juga opini lainnya : Perempuan adalah Manusia Jadi-jadian

Socrates diadili atas dua tuduhan: mengingkari keberadaan dewa-dewa dan dianggap merusak moral-religius kaum muda. Ada tiga warga Athena yang telah mengajukan tuduhan itu, yaitu penyair Meletus, politikus Anytus dan orator Lycon.

Persidangan berjalan kurang lebih tiga jam. Keputusan pengadilan, Sokrates harus minum racun sebagai cara untuk menghukum mati. Selama 30 hari Sokrates dimasukan ke dalam penjara sebelum ia di eksekusi. Tanggal 7 Mei 399, Sokrates dijatuhi hukum minum racun. Ia meninggal dalam wajah tenang, seperti juga jiwanya.

Dengan tenang Sokrates memegang cawan dan meminum racun di dalamnya. “… yang jahat tidak dapat terjadi pada orang baik, baik dalam hidup atau setelah kematian. Waktu keberangkatan telah tiba, dan saya menempuh jalan saya – aku mati dan Anda hidup. Mana yang lebih baik hanya Tuhan yang tahu,”.

Socrates menerima kematiannya dengan ketenangan jiwa. Socrates tidak pergi, lari dari hukuman, seperti anjuran muridnya, Plato. Ia menerima semua itu dalam sebuah keyakinan, bahwa jiwa dan pengetahuan adalah abadi.

baca juga opini lainnya : Menyoal Kotak Kardus KPU!

Imam Ahmad harus dicambuk dan dipaksa bersetuju dengan konsep al Quran itu makhluk. Peristiwa Khalqul Quran menjadikan bui sesak karena banyak ulama yang menolak. Al Mutashim khalifah yang terpengaruh pikiran Mutazila itu memaksa Imam Ahmad bin Hanbal dan para ulama ahlu sunah lainnya yang berkeyakinan bahwa Al Quran adalah kalam Allah.

Buya HAMKA diadili dan dibui karena difitnah plagiasi. Tahun 1962, menyulut keriuhan di jagat sastra Indonesia. Tak tanggung-tanggung, Tenggelamnya Kapal Van der Wijck didakwa plagiat, menjiplak Sous les Tilleuls karya pengarang Perancis Jean-Baptiste Alphonse Karr. Hamka diduga mengambilnya dari saduran penyair Mustafa Luthfi Al-Manfaluthi, Majdulin atau Magdalena (Di Bawah Naungan Pohon Tilia).

Harian Bintang Timur lewat lembaran “Lentera” yang di nakhodai Pramoedya Ananta Toer, seorang sastrawan berhaluan kiri, menabuh gendang perang terbuka dengan mengobarkan kasus ini. HAMKA diadili dan dibui.

Al Quran itu makhluk 
Al Quran itu fiksi 
Al Quran itu Kalam Allah 
Kita hanya tinggal pilih, kita ada dimana ?

baca juga opini lainnya : Penindasan Etnis Muslim Uighur, Kado Terindah Peringatan Hari HAM Sedunia

Ini bukan kriminalisasi, tapi buah kemerdekaan berpikir, Gerung memang tak sebesar Socrates atau semulia Imam Ahmad atau setenar Buya HAMKA. Tapi Gerung membawa suluh ditengah demokrasi compang-camping karena penat dengan transaksi politik. Saya menghormati dan menjaga martabat beliau sebagai sesama akademisi meski berbeda pandang dalam banyak hal.

Gerung tak harus dipolisikan karena pernyataan-nya tentang kitab suci adalah fiksi. 
Pernyataan yang lahir dari rahim kemerdekaan berpikir sebagai simbol akal sehat seharusnya dihormati. Bukan berbuah bui.

Oleh : Nurbani Yusuf (Pegiat Komunitas Padhang Mahsyar Malang/Kiayi Muhammadiyah Malang)

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan pikiran-pikiran anda via website kami!

Related posts

Leave a Comment