Modernis.co, Tangerang – Tampak kemunduran pemikiran mahasiswa akhir-akhir ini, jikalau kita bandingkan dengan pendahulu di zaman orde lama yang berhasil merevolusi kekuasaan dan pada era selanjutnya di Orde baru atau lebih kita kenal dengan sebutan gerakan 98 yang juga menuai hasil mereformasi tatanan bangsa.
Terlepas dari apapun kata mereka para peneliti, pemerhati dan sebagainya tentang kepentingan mahasiswa hari itu, siapa yg menyokong mereka saat itu, yang jelas peran mereka sebagai mahasiswa terasa di tengah-tengah ketimpangan ekonomi, dan juga maraknya Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN).
Memang tidak mungkin kita bandingkan semua era itu sama, namun setidaknya pemikiran kaum pembaharu (dalam hal ini mahasiswa) untuk melihat situasi harus tetap hadir untuk mengawal dan mencaci bobroknya kebijakan pemerintah hari ini.
Sayangnya mereka terlalu disibukan dengan system kampus yang memperbanyak tugas-tugas untuk meraih nilai bagus di kartu hasil studi tanpa praktek tertentu untuk meningkatkan skill sebagai nilai jual diri. Kampus seolah tidak membuka ruang untuk mahasiswa melihat keadaan diluar sana, dan para mahasiswa pun merasa nyaman dengan keadaan tersebut.
Ahkirnya orientasi mereka adalah mendapatkan pekerjaan secepatnya, lalu melupakan sekitarnya dan hanya berpikiran untuk dirinya sendiri, bersikap apatis terhadap apapun di sekelilingnya, bodoh amat semenderita apapun mereka yang penting bukan gue kalau bahasa gaulnya.
Padahal jikalau kita coba melihat dan memikirkan beberapa masalah negeri hari ini cukup menguras, tidak perlulah untuk disebutkan satu persatu saya yakin mahasiswa hari ini sangat tau namun tidak mau tau.
Ada golongan mahasiswa lain, mereka adalah para pemikir, organisatoris, petinggi pada satu wadah mahasiswa dengan basis masing-masing. Ada yang mengatasnamakan agama, suku, dan satu aliran ideologi tertentu. Dan membawa satu visi luar biasa, yang intinya semua itu mengingatkan terbentuknya tatanan negara yang memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya, mewujudkan keadilan yang merata untuk setiap warga negara.
Untuk golongan ini, benar-benar perlu menaruh perhatian, memberi penghargaan karena tujuan mereka yang sangat mulia dan kelihaian mereka beretorika pada forum apapun, apalagi forum diskusi pun debat. Tidak hanya sampai situ, mereka juga adalah orang-orang yang sangat pandai melihat situasi terkini, mereka adalah orang yang paham tentang isu-isu sosial, paham melihat masalah apa yang sedang terjadi pada satu instansi tertentu. Namun sayangnya seringkali momen itu hanya dijadikan sebagai tempat untuk cari nama dan tempat dengan mengatasnamakan rakyat.
Setelah dapat apa yang disuarakan hanya jadi angin lalu.
Inilah kemunduran pemikiran tersebut yang dimaksud, kebanyakan mahasiswa dengan corak aktivis yang menghimpun diri dalam satu wadah , hari ini terlalu mengincar satu posisi (kekuasaan) tertentu, sehingga pikiran mereka jadi lembek karena jikalau kritis takut incaran jadi sekedar di pelipis. Dan kebanyakan meraka Terlalu di setir oleh kekuatan senioritas, sehingga bukan lagi Visi wadah yang menjadi tujuan, melainkan keinginan senior tadi.
Golongan mahasiswa seperti ini, bisa dikatakan sudah meninggalkan perannya sebagai mahasiswa, dimana kita kenal mahasiswa seharusnya mampu menjadi Agen perubahan, menjadi Control Of Sosial dimana pun dia berada. Mahasiswa yang seharusnya bisa menjadi harapan lapisan masyarakat, terutama mereka golongan bawah.
Bahkan, akhir-akhir ini dapat dilihat sudah banyak golongan mahasiswa yang ikut jadi tim pemenang satu partai karena didalamnya ada senior mereka yang ingin di naikan dan golongan mahasiswa ini pun di iming-imingi satu reward tertentu jikalau ini itu.
Akhirnya pun mereka tunduk pada kekuatan politik tertentu dan membenamkan pemikiran mereka yang dulunya kritis, menjadi penakut, takut kehilangan apa yang dia inginkan dan melupakan apa yang seharusnya dia lakukan.
Sehingga terbentuk pendapat, ketika satu kelompok mahasiswa sudah kehilangan pikiran kritisnya, karena tunduk pada suatu kekuatan politik tertentu. Lebih baik wadah berciri mahasiswa itu kita sebut saja sebagai partai, biar lebih jelas arahnya sebagai koalisi atau oposisi dan terarah sebagai penjilat atau penikmat. Dan tidak lagi menebar kemunafikan, berkata tidak pada penderitaan tapi di belakang meraka asyik main remi dengan para penindas.
Memang belum lama ini terjadi suatu gerakan mahasiswa yang cukup besar, bahkan cocok saya katakan sangat besar. Karena gerakan terjadi tidak hanya pada satu daerah saja, tapi terjadi hampir di kota-kota besar di Republik ini. Waktunya pun tidak hanya sehari saja, tapi terjadi berhari-hari. Gerakan yang dilandasi oleh satu keputusan negara yang dirasa sangat merugikan, dan beberapa isu lingkungan.
Tapi bagaimana hasil gerakan mahasiswa hari ini? Entahlah
Seperti ada sesuatu yang janggal dalam gerakan ini dengan kapasitas sebesar itu. Tapi biarlah itu menjadi satu pendapat pribadi saja.
Melihat ini semua, benar-benar sangat menginginkan mahasiswa hari ini agar menjadi mahasiswa sebagaimana seharusnya, mengatakan benar sebagai kebenaran dan salah sebagai kesalahan. Jika mengutip dari torehan pena seorang pemikir muda Soe Hok Gie dia menulis “Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi “manusia-manusia yang biasa”.
Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia. ” saya setuju dengan mimpi beliau dan betul-betul menginginkan mahasiswa seperti itu juga.
Tidak hanya sampai situ dalam catatan Seo hok Gie juga pernah dia tuliskan “Saya mimpi tentang sebuah dunia dimana ulama, buruh, dan pemuda bangkit dan berkata, ‘stop semua kemunafikan ! Stop semua pembunuhan atas nama apapun.’ Tak ada lagi rasa benci pada siapapun, agama apapun, ras apapun, dan bangsa apapun. Dan melupakan perang dan kebencian, dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.” sungguh indah dunia ini, paling tidak negara kita ini jika mimpi ini benar-benar terwujud dalam khasanah kehidupan negeri kita.
Namun, bagaimanapun harus tetap yakin suatu saat pasti akan terbentuk mahasiswa yang berani berpikir kritis, dan menjadi seroang Mahasiswa pembawa pembaharuan tanpa terikat dengan segala golongan-golongan oportunis. Mahasiswa yang sadar akan fungsi sosialnya dan tidak berdiam diri demi kemanusiaan.
Sehingga tercipta perubahan-perubahan signifikan yang pro untuk segala lapisan, teruwujud tatanan negara yang harmonis dan berani, terbentuk masyarakat adil makmur.
Oleh : Arif Rahman Nasution (Mahasiwa Universitas Pamulang, Tangerang Selatan)