Modernis.co, Malang – Dialog Keluarga Tangguh bertajuk “Edukasi Keluarga dan Kesehatan Mental Keluarga Tangguh,” yang diselenggarakan di Kampung Mahasiswa, Malang yang dihadiri oleh sekitar 80 peserta dari kalangan mahasiswa dan masyarakat umum berkumpul untuk membahas pentingnya kesehatan mental dalam keluarga di Kampung Mahasiswa Malang, Senin, (28/10/2024).
Seminar ini menghadirkan empat pemateri yang ahli di bidang psikologi, pendidikan keluarga, dan kesehatan mental, masing-masing memberikan perspektif unik mengenai cara membangun keluarga yang kuat di tengah tantangan zaman.
Ahmad Saufi, Asisten Deputi Revolusi Mental Kemenko PMK, menjadi pembicara pertama yang mengungkapkan tantangan yang dihadapi oleh keluarga di Indonesia. “Saat ini, tantangan terbesar yang harus kita hadapi adalah kesadaran masyarakat akan kesehatan mental. Berdasarkan data BKKBN tahun 2023, kesadaran keluarga di Indonesia masih rendah,” ujarnya.
Saufi juga mencatat tingginya angka perkawinan anak, yang menjadi hambatan dalam menciptakan keluarga yang tangguh. Ia menekankan, “Usia orang tua baik secara biologis maupun mental harus siap sebelum membangun keluarga. Ini merupakan bekal penting untuk menghadapi tantangan sebagai orang tua.”
Dalam konteks digitalisasi, Saufi menyoroti risiko penggunaan gawai yang belum bijak oleh anak-anak. “Kita harus mampu mendampingi anak-anak dalam menggunakan teknologi dengan cara yang positif. Hal ini penting untuk meminimalkan dampak negatif dari informasi yang mereka terima,” tambahnya.
Berlanjut ke sesi berikutnya, Sri Retno Yuliani, seorang psikolog dan penggerak pendidikan inklusi, menjelaskan bahwa kesehatan mental anggota keluarga adalah pondasi untuk membangun ketangguhan.
“Keluarga yang tangguh adalah keluarga yang mampu beradaptasi dalam menghadapi krisis. Kesehatan mental individu dalam keluarga sangat dipengaruhi oleh komunikasi yang positif,” ungkapnya.
Retno mengemukakan bahwa satu dari tiga orang di Indonesia mengalami masalah kesehatan mental, dengan lebih dari 19 juta jiwa mengalami gangguan emosional.
“Kita perlu menciptakan lingkungan yang mendukung melalui komunikasi yang baik, apresiasi, dan kasih sayang,” ujarnya.
Retno menambahkan beberapa ciri-ciri keluarga yang disfungsional, seperti pemecahan masalah yang tidak bijak dan komunikasi yang buruk. “Dampak jangka panjang dari dinamika ini sangat berbahaya, terutama bagi anak-anak. Mereka dapat membawa pola perilaku negatif ini ketika mereka menjadi orang tua,” katanya.
Antonius Widyono Utomo, Kepala Bidang Hukum dan Etik RSU UMM, memberikan perspektif agama dalam pembahasan ini. Ia mengutip prinsip-prinsip yang terdapat dalam Al-Qur’an yang mengajarkan pentingnya kasih sayang dan komunikasi yang baik dalam keluarga.
“Kesehatan mental keluarga sangat dipengaruhi oleh kasih sayang dan dukungan antar anggota. Al-Qur’an menekankan pentingnya menjaga ketenangan jiwa,” ujarnya.
Antonius menegaskan bahwa komunikasi yang baik dan saling mendukung adalah kunci untuk membangun kesehatan mental yang kokoh dalam keluarga.
Lebih lanjut, Tsalis Rifa’i, Ketua PDM Kota Batu, membahas aspek pernikahan dalam konteks membangun keluarga yang tangguh. “Pernikahan dalam Islam adalah ikatan yang sangat kuat. Setiap pasangan memiliki tanggung jawab untuk membina rumah tangga dengan penuh kasih dan pengertian,” ungkapnya.
Rifa’i mengutip QS. An-Nisa: 21 yang menekankan pentingnya rasa kasih dan sayang antara pasangan. Ia juga menambahkan bahwa musyawarah adalah bagian penting dalam menyelesaikan masalah keluarga.
Di sesi penutup, Eviatun Khaeriah, seorang praktisi pendidikan keluarga, menggarisbawahi pentingnya perhatian terhadap anak remaja. “Masa remaja adalah fase yang sangat krusial. Anak-anak pada fase ini membutuhkan bimbingan yang lebih untuk membantu mereka menentukan identitas diri,” jelasnya.
Evi menekankan perlunya simbiosis mutualisme di dalam keluarga, di mana setiap anggota saling mendukung untuk membangun ketangguhan. “Keluarga yang tangguh bukan berarti tidak memiliki masalah, tetapi mampu menghadapinya dengan bijak dan saling membantu,” ungkapnya.
Seminar ini diakhiri dengan kesepakatan bahwa membangun keluarga tangguh memerlukan kolaborasi dan upaya bersama dari semua anggota keluarga. Dengan meningkatkan kesadaran akan kesehatan mental, diharapkan dapat tercipta keluarga yang lebih kuat dan siap menghadapi tantangan di era modern.
Acara ini tidak hanya menjadi forum diskusi, tetapi juga langkah awal dalam revolusi mental untuk menciptakan keluarga-keluarga yang sejahtera di Indonesia. (NAM)