Proposal Permohonan Poligami Khalifah Umar Bin Abdul Aziz Pun Ditolak

nurbani yusuf

Modernis.co – Bukan soal surat An-Nisa 3, tentang bolehnya menikah dua, tiga atau empat yang ramai dibincang—yang kemudian kalian bilang sunah. Tapi ini soal pujian Tuhan terhadap laki-laki yang mampu menjinakkan hawa nafsunya padahal kalau mau dia bisa lakukan.

Sosok laki-laki keren: alim, tampan, berpangkat, kaya, pintar, romantis, suka ngopi, demen nraktir dan terpenting fashionable—pendek kata semua yang disukai wanita ada padanya: Umar bin Abdul Aziz.

Syaikh Jallaludin as Sayuthy mengisahkan dalam kitabnya “Lubabun Nuqul Fi Ashabin Nuzul”, bahwa Umar bin Abdul Aziz jatuh cinta pada budak istrinya. Berkali-kali, dia meminta dan memohon kepada Fathimah istrinya, agar budak itu diberikan kepadanya. Namun Fathimah menolak karena sangat cemburu.

Ketika dia sudah begitu kelelahan, sang istri jatuh kasihan, dan akhirnya menyerahkan budak perempuannya kepada Umar. Tetapi, apa yang dilakukan Umar? Dengan tegas Umar menolaknya. Bahkan, Umar menikahkan budak perempuan jelita itu dengan prajuritnya.

Sang budak jelita memelas dan menagih cinta sang khalifah, “Jadi, mana bukti cintamu padaku, wahai Amirul Mukminin?”

Jawab Umar, “Cinta itu tetap terpatri di hatiku, bahkan jauh lebih kuat daripada yang dahulu-dahulu. Tapi aku khawatir jika aku menerima cintamu aku tidak termasuk dalam golongan orang yang “menahan dirinya dari keinginan hawa nafsu”.

Beginilah bunyi ayat yang membuat Umar bin Abdul Aziz takut sekali menerima sosok yang sebenarnya sangat dirindukannya itu,”…dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).(An-Nazi’at: 40 – 41).

Jika menjaga farji atau tidak selingkuh menjadi alasan poligami, maka bisa dilihat manusia macam apa kalian—Nabi-ku tidak serendah itu. Nabi-ku bisa menjaga farji, hawa nafsunya terjaga, jadi jangan pernah berpikir macam-macam tentangnya. Semua pernikahan yang dilakukan Nabi-ku atas perintah Rabb-Nya Yang Maha Agung, bukan karena nafsunya terhadap perempuan yang menggebu. Apalagi Aji mumpung sebagai hak laki-laki atas perempuan. Nabi-ku diberi kekuatan makan dan sex setara dengan 100 laki-laki tapi beliau memilih puasa.

Ibnu Hatim meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw pernah mengingatkan pada Thalhah bin Ubaidillah karena diam-diam dia mencintai Aisyah isterinya, tapi Thalhah malah bersumpah akan menikahi Aisyah setelah Rasulullah wafat—usianya terpaut 25 tahun lebih muda. Jangan tanya cemburunya Rasulullah Saw terhadap sahabatnya itu.

Tapi kemudian Allah tabaraka wataala tak ingin hati Nabi saw yang pencemburu itu bersedih, kemudian turunlah Surat Al-Ahzab: 53 yang berbunyi: “…Dan tidak boleh kamu menyakiti hati Rasulullah dan tidak boleh mengawini istri-istrinya sesudah dia wafat untuk selamanya…”

Begitu ayat ini turun, Thalhah sangat terpukul dan segera bertaubat. Ibnu Abbas berkata, “Sebagai bentuk penyesalan dan tobatnya terhadap ucapan dan perasaan hatinya, Thalhah pun kemudian memerdekakan seorang budak, menginfakkan hartanya di jalan Allah seberat yang bisa diangkut sepuluh ekor unta, serta menunaikan haji dengan berjalan kaki.”

Tapi cintanya tak luntur—setelah menikah dan punya anak ia beri nama putrinya yang molek itu dengan nama : Aisyah. Antum memang tak tau apa-apa tentang cinta. Kalian hanya perturutkan keinginan dan memandang poligami sebagai hak yang harus diambil. Lantas kalian buat kelas-kelas dan pelatihan poligami layaknya perempuan seperti komoditas dengan packaging syar’i. Apa hanya itu yang ada di pikiran kalian? Apa ada jaminan, kalian tidak selingkuh, bisa menjaga farji dan pandangan dan mencukupkan diri dan tidak ambil yang ke lima setelah empat sudah kalian dapatkan.

Aku ajari kalian tentang cinta. Jika cinta pada istrimu tak cukup membuatmu tenteram dan menjaga pandanganmu dari senang perempuan. Maka pandanglah ibumu—ia yang berasal dari kaum perempuan yang melahirkanmu! Semoga mata liarmu bisa melemah sedikit.

Oleh: KH. Nurbani Yususf (Pegiat Komunitas Padhang Makhsyar Malang/Kiayi Muhammadiyah Malang)

editor
editor

salam hangat

Related posts

Leave a Comment