Modernis.co, Pasuruan – TikTok, contoh sederhana bagaimana masyarakat liberal dengan mudah merubah standar kepantasan. Menilai mana yang pantas dan mana yang tidak. Dulu dicap alay, kini jadi tren. Rasanya baru kemarin Bowo dibuli, namun sekarang dari menteri sampai Agnez Mo pun ikut beraksi. Secepat itu standar berubah.
Dengan beberapa artis dan tokoh yang ikut nimbrung, sudah cukup untuk jadi legitimasi kepantasan. Dalam Islam dan masyarakat Islami jelas berbeda. Kita punya standar baku yang sesuai untuk segala zaman. Bukan Standar rapuh yang justru tunduk pada zaman.

Dalam Islam, seni itu boleh. Indah itu justru bagus. Sebab Allah itu Indah dan menyukai keindahan. Selama masih dalam batasan sariat, maka boleh. Aurat tidak diumbar, Maksiat tidak dipamerkan, waktu digunakan sebaik mungkin, dan banyak lagi. Namun secara umum, segala hal yang tidak manfaat, lebih baik ditinggalkan.
“Lebay amat! Masalah TikTok aja sampe bawa-bawa liberal”. Kawan, ku beritahu kau sesuatu. Bahwa Ilmu itu memang seharusnya menjelaskan realita kehidupan ini. Bahkan sampai pada hal kecil sekalipun.
Mau bukti? Tahukah engkau, kenapa sesuatu yang tidak diketahui disebut dengan huruf X? Mr. X misalnya, atau X dalam Aljabar? Sebab lidah Spanyol tak bisa mengucapkan huruf ش. Maka berubah menjadi x. Sedangkan, huruf ش itu digunakan sebagai singkatan dari kata شيء yang berarti sesuatu.
Itu dulu, saat peradaban Islam masih berjaya di Spanyol. Maka jangan kaget ketika sejarah peradaban Islam berpengaruh pada lembar ujian matematikamu, atau kata liberal yang sering kita dengar di alam serius malah berpengaruh pada TikTok, mainan masa kini.
Maka, mari kita kembali. Mau jadi bagian dari masyarakat liberal? yang baik buruknya apa kata Manusia, atau mau jadi bagian dari masyarakat Islam? yang baik buruknya bergantung pada pencipta Manusia.
Oleh: Lubab Hud (Ketua PD Pelajar Islam Indonesia Kabupaten Pasuruan)