Modernis.co, Banten – Seiring perkembangan zaman, pola pemikiran yang semakin berubah-ubah dan terus menyesuaikan dengan zaman. Tak terkecuali para Pemikir Islam yang semakin menjelajahi dunia dengan sudut pandang yang berbeda.
Dalam bukunya Pemikiran Modern dalam Islam yang dikompilasikan oleh Din Wahid, P.hD seorang dosen Ushuluddin UIN Jakarta, Pada abad 19, muncul ideologi-ideologi yang dikelompokkan menjadi pembaharuan pemikiran Islam di dunia.
Mulai Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha , Hasan Al-Bana, Sayyid Quthb, dan Al-Maududi dengan Jema’at Islamiyahnya, yang menginginkan adanya Pan Islamisme yang mengedepankan kesatuan Islam atau negara Khilafah.
Bahwa pemimpin negara adalah wakil Tuhan yang Maha Esa. Juga dalam sosialnya, mengajarkan bahwa Islam murni dan sederhana. Yaitu menjunjung tinggi hak-hak dasar persamaan, keadilan tidak rumit, dan hukum ditentukan dengan zaman yang berkembang.
Pengaruh pion-pion ini terjadi pada kelompok gerakan yang ada di Indonesia yaitu mendukung pemerintahan Indonesia menjadi sistem Khilafah. Dimulai dari penyebaran yang masif dikalangan anak-anak muda. Juga terlihat dalam ceramah-ceramah yang menggebu-gebu daripada memakai bahasa cinta dan kasih.
Penulis tidak bermaksud mendiskreditkan kebebasan berideologi masyarakat Indonesia. Namun, penulis hanya ingin menyuguhkan bahwa Indonesia ini negara Pluralis. Yang tidak bisa dijangkau oleh hanya satu golongan dan keyakinan tertentu.
Namun selain, kelompok Islam tersebut, dalam buku Charles Kurzman yang berjudul Wacana Islam Liberal, pengaruh Islam lainnya datang dari perpaduan antara Islam dan budaya Barat. Mereka menyebutnya Islam Liberal. Tokohnya seperti yang kita sebut sebagai pembaharuan pemikiran Islam yang diprakarsai oleh Mustafa Kemal dari Turki, Muhammad Iqbal dari India, Ali Syari’ati dari Iran, Fazlurrahman.
Di Indonesia cukup tumbuh subur tokoh tokoh liberal. Seperti Ulil Abshar Abdala, Nurcholish Madjid, Muhammad Syafiq Hasyim dan lain-lain. Semua hasil pemikirannya terejawantahkan dalam setiap gerakan atau diskusi-diskusi ilmiah di kampus-kampus, tak terkecuali Islam kanan.
Dalam wilayah sosial keadilan seluruh alam dan masyarakat, juga adanya keterpisahan antara urusan agama dan negara. Artinya, agama cukup dipahami diwilayah pribadi karena masing-masing. Mempunya nilai kebebasan tersendiri, tidak disangkutpautkan dengan urusan politik atau negara.
Selain orang-orang berpengaruh atas sistem khilafah dan Sekuler diatas, di Indonesia beriringan pula dengan berkembang pesatnya Islam Moderat. Hal ini banyak didukung oleh organisasi masyarakat seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persatuan islam, Ahlul Bait Indonesia, dan masih banyak lagi.
Mereka menyebutnya Islam Wasathiyah. Islam yang tidak kekanan-kananan (yang mendukung sistem khilafah) juga tidak ke-kiri-kiri-an (Islam Liberal/sekuler). Ini merupakan ideologi yang digagas menengahi perpecahan antara ideologi kanan dan ideologi kiri.
Penulis mendukung beberapa pernyataan Islam Wasathiyah yang saat ini digalakkan oleh pemerintah. Supaya Indonesia menjadi negara yang siap berkemajuan dan tidak lagi mempermasalahkan keyakinan. Ini merupakan perwujudan keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia, agar bangsa Indonesia fokus dalam mewujudkan negara yang berperadaban tinggi serta berkemajuan.
Oleh : Adhiya Muzaki (Pegiat Politik Kontemporer)
[…] baca juga : Aliran Islam Indonesia […]