Modernis.co, Jember – Pusat perhatian masyarakat selama tiga bulan terakhir tampak terkonsentrasi hanya pada pertempuran tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden. Padahal, Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, Tak hanya memilih presiden dan wakil presiden, Pemilu ini juga diagendakan untuk menentukan 580 anggota DPR RI, 136 anggota DPD, 2.372 anggota DPR Provinsi, dan 17.510 kursi anggota DPRD Kota/Kabupaten.
Ketidakhadiran diskusi mengenai calon legislatif (Caleg) di semua tingkatan dapat berdampak fatal, karena pemilih dibiarkan tanpa bahan pertimbangan memadai untuk menentukan wakil rakyat yang berhak dipilih.
Evaluasi Pemilu 2019 mengungkap dampak negatif Pemilu serentak dengan lima surat suara, memaksa mayoritas masyarakat untuk bergantung pada feeling saat memilih Caleg guna menghindari surat suara kosong.Tentu, hal ini membuka pintu lebar bagi terpilihnya Caleg tanpa kapasitas dan kelayakan sebagai wakil rakyat.
Lebih jauh lagi, dalam sistem pemerintahan presidensil, legislatur memiliki peran krusial dengan tiga kewenangan besar: legislasi, pengawasan, dan penganggaran. Kewenangan ini harus dipegang oleh legislator yang memiliki kapasitas, wawasan luas, dan kepemimpinan yang mumpuni, untuk memastikan produk aturan berkualitas dan pengawasan terhadap eksekutif berjalan optimal.
Pemilu 2024 didominasi oleh generasi Z dan milenial, menyumbang sebanyak 56,45% dari total pemilih. Peluang besar terbuka untuk meningkatkan kualitas hasil Pemilu, karena pemilih muda terhubung langsung dengan dunia digital, menjadikan mereka pemilih rasional yang terbuka terhadap informasi.
Namun, apa yang bisa dilakukan oleh pemilih muda agar hak suaranya di Tempat Pemungutan Suara (TPS) menghasilkan legislator berkualitas di Pemilu 2024?
Pertama, tetapkan standar kualitas legislator berdasarkan aspirasi politik pribadi.
Kedua, telusuri profil, rekam jejak, dan visi-misi para Caleg melalui penelusuran digital, dengan menggunakan keyword sesuai daerah pilih. Caleg yang sungguh-sungguh siap menjadi wakil rakyat akan membuka akses sebesar-besarnya bagi calon pemilihnya, menyadari peran mereka sebagai penyambung lidah rakyat.
Ketiga, hindari memilih Caleg yang terlibat dalam money politics atau praktik serupa. Tipe Caleg seperti ini hanya peduli pada kemenangannya, dan setelah duduk di kursi dewan, mereka cenderung melupakan pemilihnya seolah telah membayar lunas selama pemilihan.
Terakhir, maksimalkan masa tenang (11 – 13 Februari 2024) sebelum hari pencoblosan untuk memperkuat referensi dalam menentukan pilihan. Aksesibilitas informasi mengenai legislator menjadi kunci, memastikan pemahaman terkait kapasitas dan kelayakan mereka. Informasi yang mudah diakses juga menjadi langkah transparansi yang penting untuk masyarakat.
oleh: Andi Saputra (AJI Kota Jember)