Mahasiswa dan Demokrasi Era Milenial

demokrasi milenial

Modernis.co, Malang — Di era sekarang, kita sedang di hadapkan dengan perjalanan masa depan Indonesia. apakah akan terus diperbudak dan dibodohi oleh rezim yang apatis, hedonis, penuh kubangan korupsi, kolusi dan nepotisme serta isme-isme lain?. Ataukah ditahun 2019 mampu melahirkan pelopor, pelangsung dan penyempurna amanah masyarakat?.

Melihat kenyataan yang terjadi, sebelum diadakanya pesta demokrasi ini, kita sudah cukup puas dengan kebijakan kebijakan yang merugikan golongan golongan tertentu. Sehingga melahirkan sentimen-sentimen individu maupun kelompok. Umumnya bagi seluruh rakyat Indonesia yang telah di cederai hak maupun kewajibannya.

Semua kebijakan hanya untuk kepentingan mereka. Berapa banyak hutang yang telah menjadi prestise Indonesia dihadapan publik. Semua hutang tersebut akan di bebankan pada setiap individu secara umum di negeri ini. Sungguh miris, setiap individu yang tidak tahu-menahu memikul beban berat untuk melunasi hutang Negara yang cukup banyak.

Tahun 2019 adalah penentu, di sini kita akan memilih nakhoda, pioner dan ujung tombak mana yang akan menjadi presiden Indonesia kedepannya. Ingaat, yang menentukan adalah kita sebagai warga negara Indonesia. Bukan China, Belanda, Jepang atau bahkan bukan Amerika serikat. Sebenarnya negara ini akan maju tanpa ada intervensi dari pihak pihak luar yang licik dan bengis.

Politikpun dijadikan sebagai tuhan, dan agamapun dijadikan sebagai bahan lelucon, tidak heran berapa banyak dosa yang mengatasnamakan agama, agama dijadikan sebagai kendaraan politik dan mensentriskan kaum kaum tertentu, mirisnya agamapun di interpretasikan dengan alibi-alibi nakal bagi manusia yang haus akan materi, sadar maupun tidak mereka telah membohongi diri mereka sendiri.

Pergerakan Mahasiswa dalam rangka mengemban amanatnya sebagai agen of change, agen of control merupakan bentuk dari kepedulian dan kewajiban yang harus di emban oleh setiap individu yang notabenenya memiliki rasa empati terhadapan kejumudan-kejumudan yang kerap kali menghantui Negeri ini, baik dalam bentuk penindasan penindasan secara fisik maupun secara psikis, penindasan penindasan yang kongkrit maupun abstrak.

Suatu keharusan yang memang secara normatif maupun secara legitimasi penegak hukumpun harus mengindahkan akan hal ini, bukan malah mencederai apa yang menjadi nilai substansial dari istilah keadilan. Mahasiswa adalah salah satu penggerak utama yang mampu melawan kejumudan-kejumudan tersebut. Bukan hanya memegang gelar secara formil maupun non formil tetapi bukti nyata dari sebuah pergerakan itu sebenarnya harus di prioritaskan dalam keadaan sertankondisi yang bagaimanapun.

Berjuta kali kita turun kejalan dalam rangka menyuarakan suara rakyat, bukan atas dasar kepentingan pribadi, tidakkkk….!!! tetapi atas dasar kepentingan umum. Tetapi apa, sekaan akan mereka buta, seakan akan mereka tuli, dan menutup mata akan suara suara itu, seruan perjuangan itu hanya didengarkan tanpa ada interpretasi lebih lanjut atau bahkan kata kata perjuangan tersebut telah ditelan oleh bumi sehingga percuma kita menyampaikan aspirasi aspirasi yang membangun, toh akhirnya tidak ada klarifikasi lebih lanjut dari pihak pihak yang seharusnya menanggapi akan hal ini.

Kata-kata tidak mampu lagi membangunkan para pihak-pihak yang menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power) dari keindahan mimpi buruknya sebab semuanya telah di hasut oleh keindahan materi duniawi yang fana, kesenangan-kesenangan yang hanya berbasis pada kepuasan mereka pribadi, yuntutan-tuntutan hanya tinggal nama.

Tercekik di negeri sendiri, dibodoh-bodohi dengan janji- janji busuk yang di bungkus dengan kata- kata yang sungguh indah dan penuh dengan nilai-nilai keidonesiaan. Tetapi apa, itu hanya sekedar menjadi cadangan iming iming saja untuk memperlancar kejahatan-kejahatan dan politik. Praktis, demi kepentingan pribadi dan golongan mereka sendiri.

Perbudakan-perbudakan yang kerap kali menampakkan dirinya diatas permukaan bumi ini,menjadi keresahan bagi kita semua untuk memberantas dan membumihanguskannya, mereka telah memperlihatkan secara terang terangan kejumudan kejumudan dan menghancurkan serta mencedari nilai nilai kekhalifahan dengan nilai nilai kesyetanan dan kebinatangan. Terbenak dalam diri kaum kaum yang dicederai haknya ssampai-sampai nadinya mendidih untuk melakukan perlawanan.

Tetapi apa, ini soal orang yang memegang kekuasaan, sungguh lucu negeri ini disamping sistem pemerintahan yang menjadi wadah kita dalam berpendapat telah dibatasi oleh kebijakan-kebijakan penguasa. Indonesia yang menganut sistem pemerintahan demokrasi, hanya tinggal nama dalam kenyataannya Indonesia menganut faham anarkis dan tirani.

Praktek-praktek demokrasi seperti inilah yang sebenarnya harus kita hilangkan. Berdemokrasilah yang sehat, kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai-nilai yang terkadung dalam Pancasila menjadi tameng agar terhindar dari praktek-praktek politik praktis. Sehingga terciptanya check and balance (pengawasan dan keseimbangan) dalam roda pemerintahan diperiode 2019-2023 nanti. Ingat kita bukan jarum jam yang hanya memiliki satu arah. Kita bukanlah angin yang mudah kehilangan arah, tetapi kita adalah manusia yang dapat membuat dan menentukan arah.

Pemimpin sekarang adalah cerminan bagi pemimpin selanjutnya untuk menjadikan negara ini lebih baik dari kepemimpinan sebelumnya. Sehingga nilai nilai religiusitas, humanitas dan intelektualitas akan segera terwujud dan dapat diiplementasikan dalah setiap linik kehidupan.

Siapapun yang akan menjadi Presiden  tegakkanlah keadilan masyarakat bukan keadilan hukum. Jangan jadikan hukum sebagai tujuan tetapi sebagai alat. Bersiaplah untuk dikritik oleh setiap warga negara tanpa memandang etnis atau golongan tertentu.Pemimpin adalah objek kritik demi terciptanya tatanan kehidupan yang adil, makmur dan sentosa.

Kita tidak minta untuk dihargai hanya saja kita menginginkan sebuah keadilan yang transparan, kami pun tidak memerlukan janji-jani yang kita perlukan adalah bukti nyata dari sebuah perjuangan. Ingat setiap pemimpin adalah amanah dan setiap amanah akan dimintai pertanggungjawaban.

Nasionalisme dalam memilih pemimpin adalah unsur yang terpenting ketika kita menentukan pilihan. Kriteria Pemimpin adalah salah satu aspek yang dianggap sangat penting dalam Islam dan notabenenya Indonesia adalah penganut mayoritas Islam. Hal ini bisa dipandang dari betapa banyaknya ayat dalam Kitab Suci dan hadits Nabi Muhammad  SAW yang membahas tentang ini.

Pemimpin merupakan salah satu unsur pendukung yang sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan suatu masyarakat. Dalam agama Islam, semua persoalan yang menyangkut kehidupan ummat manusia telah ada aturannya yang jelas. Kepemimpinan menjadi tolak ukur suatu Bangsa. Saudara-saudaraku yang saya hormati. Di Indonesia ini, khususnya kesadaran masyarakat terhadap nasionalisme sangatlah minim sekali. Terutama masyarakat awam yang hanya ikut-ikutan (taklid) dalam segala lini kehidupan.

Ketika kita mengaitkan kepemimpinan dengan rasa nasionalisme masyarakat maka akan timbul suatu gagasan yang sangat menarik. Bagaimana menanamkan jiwa nasionalisme yang berlandaskan Islam dalam memilih pemimpin. Ketika seseorang nasionalis menerapkan jiwa nasionalismenya tanpa ada landasan Islam dalam memilih seorang pemimpin. Maka ia akan terseret arus global yang sarat akan liberalisme, materialisme, sekularisme.

Bukankah kita sadar bahwa Islam merupakan landasan segala urusan kita di dunia. Seseorang yang memiliki landasan Islam dalam jiwa nasionalismenya pasti akan menggunakan Al-Quran dalam menjadikan landasan pikirannya, sebagaimana Allah SWT berfirman:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُوْدَ وَالنَّصٰرٰۤى اَوْلِيَآءَ ۘ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۗ وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ مِّنْكُمْ فَاِنَّهٗ مِنْهُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin(mu); mereka satu sama lain saling melindungi. Barang siapa di antara kamu yang menjadikan mereka pemimpin, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”
(QS. Al-Ma’idah : 51)

Maka dari itu sudah sepantasnya kita sebagai generasi penerus bangsa, sebagai seorang yang berintelektual tinggi dengan gelar Mahasiswa. Berjuang menanamkan jiwa Nasionalisme dengan landasan Islam sehingga kita dapat meyakinkan diri kita terlebih orang-orang di sekitar kita dalam memilih pemimpin, yang di mana sebentar lagi kita akan menghadapinya.

Mari kita pupuk jiwa nasionalime kita dengan aqidah yang lurus. Insya Allah dengan cara ini dapat dijadikan sebagai bahan pertanggungjawaban kita di hadapan Allah SWT. Bahwasaya kita pernah berjuang untuk agama Allah. Semoga kita tercatat sebagai umat yang dirindukan Rasulullah SAW. Amin.

Oleh : Andi Apriansah (Aktivis IMM Tamaddun Universitas Muhammadiyah Malang) 

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan pikiran-pikiran anda via website kami!

Related posts

Leave a Comment