Modernis.co, Jember – Puluhan mahasiswa Papua di kabupaten Jember yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menggelar aksi demonstrasi peringatan New York Agreement di bundaran DPRD Jember, Sabtu (15/8/2020).
Dalam aksi itu, massa menuntut agar pemerintah Indonesia segera memberikan izin rakyat Papua Barat untuk melaksankan referendum.
Kordinator aksi Midi Filex Kogoya mengatakan, refendum adalah satu satunya jalan untuk mengeluarkan rakyat Papua dari diskriminasi dan isu rasisme.
Kogoya mayakini, ketika dilakukankan Referendum, 80 persen rakyat Papua akan menerima. adapun 20 persen yang tidak menerima mereka pasti para pendatang atau warga asli Papua yang bekerja di dalam Pemerintahan.
“Indonesia harus mengakui papua barat sebagai bangsa yang pernah merdeka, dan karena Negara demokrasi (Indonesia,red) berarti harus mengadakan Referendum,” ujarnya.
Lebih lanjut Kogoya berpendapat, New York Agreement pada 15 agustus 1962 tentang proses masuknya Papua barat menjadi bagian NKRI yang diikuti oleh Indonesia, Belanda, dan Amerika merupakan perjajian ilegal serta rekayasa lantaran perwakilan orang Papua sendiri tidak terlibat dalam penentuan nasib Bangsa Papua pada waktu itu.
Kemudian, Kogoya juga menolak, perihal wacana perpanjangan masa UU otonomi khusus (otsus) untuk bumi cendrawasih yang telah dibahas sejak Januari 2020 lalu.
Kogoya menyebut, Otsus selama ini tidak efektif karena implementasi tidak pernah dirasakan oleh rakyat Papua secara langsung. Karena UU Otsus otoritasnya berada di pusat.
Ia menilai adanya otsus hanya sebagai alat kepentingan elite politik Indonesia dan orang asli orang papua sendiri yang bekerja di dalam Pemerintahan.
Di akhir aksi mereka mengadakan teatrikal visualisasi Penentuan Pendapat Rakyat (Act of Free Choice) yang dinilai intimidatif dan penuh kekerasaan.
Adapun rilis yang mereka berikan pada aksi saat itu, mereka memiliki 13 tuntutan sebagai berikut :
- Mendesak dan menuntut keras kepada Indonesia Segera mengakui diri atas kesalahan pelanggaran HAM berat di West Papua yang terjadi sejak tahun 1960’an sampai tahun 2020.
- Segera meluruskan sejarah Papua Barat yang diklaim secara paksa oleh Indonesia terhadap Bangsa West Papua.
- Tutup seluruh perusahaan asing diseluruh West Papua termasuk Freeport.
- Segera tarik seluruh militer organik dan organik di teritorial west Papua.
- Kami secara tegas menolak dan mengutuk keras elit politik Papua yang mengatasnamakan rakyat untuk agenda dialog dan perpanjangan otonomi khusus Jilid 2.
- Bebaskan seluruh tahanan politik
Antirasisme dan aktivis parpol dari seluruj Indonesia - Membuka dan memberikan akses jurnalis asing diseluruh tanah Papua.
- Segera cabut surat keputusan Droup – Out Mahasiswa Universitas Khairun Ternate karena menggelar aksi solidaritas terhadap rakyat Papua.
- Secara tegas menolak perpanjangan Otonomi Khusus Jilid 2.
- Dengan tegas bahwa pemerintah provinsi melalui DPRP dan MRP Provinsi Papua segera bubarkan pembentuk tim Pansus tujuan untuk revisi UU Otsus Jilid 2 ke Jakarta.
- Tolak Relaksasi New York Agreement 15 Agustus 1962.
- Berikan Hak menentukan Nasib sendiri sebagai solusi demokratisasi bagi rakyat Papua.
- Indonesia sebagai Negara demokrasi segera membuat mekanisme Referendum. (AS)