Modernis.co, Malang – Tak terasa kita sudah melewati tahun 2019 yang mempunyai banyak cerita dan menghiasi segala perjalanan hidup kita sampai saat ini. Tahun 2020 telah tiba menyambut kita dengan semangat baru dan harapan-harapan yang belum sempat terealisasikan di tahun-tahun sebelumnya. Kita yang sedang menempa diri di bangku perkuliahan harus mulai menyiapkan segala kemampuan untuk bekal kita saat sudah lulus nanti.
Mahasiswa yang merupakan anak dari orang tua yang sedang bekerja mencari uang untuk membayar kuliah haruslah terus bersemangat dalam mencari ilmu. Segala masalah yang datang saat perkuliahan merupakan tempaan dari semesta untuk membentuk kita menjadi orang di kemudian hari. Apakah kita akan mengecewakan semua orang yang sudah menaruh harapan pada kita. Saya pikir tidak.
Pernahkah kita berpikir sejenak, berhenti melakukan apa-apa dan melamun kemudian membayangkan mau jadi apa sebenarnya kita kedepannya. Masa depan terlihat sangat suram di luar sana. Paradigma yang meyatakan bahwa semua orang akan menjadi lawan kita saat mencari pekerjaan bahkan teman yang selalu bersama-sama dengan kita dahulu. Saya pikir ini adalah pemikiran yang sangat menyesatkan. Teman adalah orang yang kita kenal dan berbagi rasa dalam segala proses kehidupan.
Walaupun manusia membagi teman menjadi 2, yaitu teman baik dan teman buruk. Apakah ada perbedaanya? Saya pikir esensinya tetap sama yaitu teman juga. Namun ada masalah dalam pemikiran kita saat ini tentang menilai teman itu. Semua orang seolah-olah hanya mencari teman yang mampu memberikan keuntungan buat dia saja. Keuntungan yang berupa kesenangan, kebagaiaan, kekuasaan, kenyamanan, dan lain-lain. Apakah itu yang dinamakan teman? Orang yang hanya hadir saat senangnya saja. Saat susah hilang entah kemana. Jika itu yang dikatakan teman. Maka bisa dikatakan bahwa saya tidak punya teman sama sekali.
Impian, cita-cita, tujuan hidup. Layaknya sebuah target yang kita abdikan dalam hidup ini. Segala bentuk perilaku dan usaha kita semuanya didedikasikan untuk tujuan kita. Lalu pertanyaanya adalah saat sudah tercapai terus apa? Bangga kah? Senang kah? Bahagia kah? Entahlah karena saya belum pernah mencapai tujuan saya selama ini. Tetapi yang kulihat di lingkunganku adalah semua tujuan adalah semua hal keduniawian. Jabatan, uang, wanita, rumah besar, mobil, dan lain-lain.
Mohon maaf jika saya lancang, tetapi menurut saya jika tujuanmu untuk hal seperti itu kemudian kamu mengorbankan teman, keluarga, sahabat bahkan ibu dan bapakmu. Maka sejatinya tujuanmu itu hanyalah ilusi dunia. Kita mengacuhkan segala orang-orang disekitar kita seakan tujuan kita ada diatas dunia ini. Mungkin ini sifat dari lahir manusia, namun apakah sifat itu tidak bisa berubah. Saya pikir tentu saja bisa. Apa yang tidak bisa dilakukan sekarang dizaman ini selain melihat tuhan dan membelah laut.
Orang yang kita sebut bapak dan ibu pastinya memiliki harapan pada anak yang telah lahirkan dan asuh hingga besar. Cinta yang mampu membentuk jati diri hingga kita bisa berada pada titik kehidupan saat ini. Ibu yang melahirkan kita dengan sakit yang luar biasa dan tak ada yang mampu menahan sakit tersebut selain ibu kita. Bapak yang selalu berjalan menuju tempat kerja dan mengundi nasib sehingga mampu memberikan sesuap nasi pada keluarga yang dicintai termasuk kita. Tetes keringat, air mata, dan darah yang telah diberikan secara cuma-cuma pada kita dengan harapan bahwa kita akan melanjutkan perjuangan dari keluarga kecilnya.
Lalu apa yang sudah kita lakukan? meminta uang untuk beli hp supaya tidak diiketawakan sama teman-teman kita saat sedang ngumpul. Lalu minta uang untuk belanja tas-tas mahal, alat kecantikan mahal, atau untuk membelikan pacar kita hadiah sebagai rasa cinta pada pasangan. Memang benar kata apa yang dikatakan Ayahanda Buya Hamka, “Salah satu pengkerdilan terkejam dalam hidup adalah membiarkan pikiran yang cemerlang menjadi budak bagi tubuh yang malas, yang mendahulukan istirahat sebelum lelah”.
Kepada para mahasiwa yang sedang lelah mengahadapi proses perkuliahan. Kepada para mahasiswa yang sudah lelah dengan impian dan tujuan yang ingin digapai. Jangan menyerah kawan, kita adalah harapan bagi bangsa ini. Sebuah bibit yang ditanam oleh para leluhur kita sehingga dapat memberikan manfaat pada lingkungan kita. Menjadi orang di dunia itu tidaklah mudah untuk dijalani. Berbagai proses dan fase harus kita jalani sedikit demi sedikit untuk meraih titik akhir dari semua ini, yaitu mendekatkan diri pada Tuhan.
Tidak ada jalan yang mudah, hentikan segala idelisme kita tentang menjalani hidup selalu dengan santai dan mengalir arus begitu saja. Yang saya tau bahwa yang mengikuti arus itu hanyalah ikan yang mati dan sampah yang tidak berharga. Jangan jadikan diri kita tidak bermakna. Cari ilmu sebanyak-banyaknya, cari pengalaman sebanyak-banyaknya. Gerakkan raga dan jiwa kita karena sesungguhnya kita adalah makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh Tuhan.
Ingatlah kata-kata dari seorang Filsuf, ahli matematika dan Peraih Nobel sastra (1950) dari Inggris 1872-1970 yaitu Bertrand Russel. Ia berkata “Menaklukkan rasa takut adalah awal dari kebijaksanaan. Maka dari itu taklukan rasa takutmu lalu takhlukan dunia diatas kakimu.
Oleh : Muhammad Iqbal Syahsaputra (Aktivis IMM Restorasi Fapsi UMM)