Modernis.co, Malang – Rumah Baca Cerdas (RBC) Institute A. Malik Fadjar menggelar diskusi ruang gagasan yang dilaksanakan pada Kamis, (21/12/2023).
Diskusi bertajuk Refleksi & Proyeksi Islam Indonesia : Perspektif NU dan Muhammadiyah ini berkolaborasi dengan Bait Al-Hikmah dan mengundang Direktur Bait Al-HikmahDr. Pradana Boy ZTF dari dan Founder Fahmina Institute Dr. Faqihuddin Abdul Kodir.
Program ini dilaksanakan dengan tujuan membahas dinamika kebangsaan dan keummatan yang terjadi selama satu tahun ke belakang. Selain itu, acara ini juga dimaksudkan untuk mempererat relasi RBC dengan berbagai mitra komunitas yang selama ini berkolaborasi.
Sebagai upaya penguatan dan penyebarluasan pandangan Islam, RBC merasa perlu terlibat dalam membangun dan memperluas gagasan kebangsaan untuk Indonesia berkemajuan. Sebab itulah, RBC mengundang generasi muda Muhammadiyah dan NU untuk memberikan pandangannya perihal wajah Indonesia masa depan.
Dr. Faqihuddin Abdul Kodir menjelaskan perbedaan dalam praktik Islam antara Indonesia dengan negara-negara seperti Arab Saudi dan Malaysia.
“Meskipun Islam di Indonesia mampu menyatukan semua jenis kelamin (gender inclusivity), namun masih ada perasaan inferioritas yang terasa,” terangnya.
Ini menunjukkan bahwa, meskipun Islam di Indonesia sering kali menjadi sorotan dalam informasi tentang Islam di dunia, tetapi ada dinamika internal yang mungkin belum sepenuhnya memperlihatkan kesetaraan dan penerimaan yang sebenarnya.
Dilanjutkan oleh Boy, inferioritas Islam di Indonesia dikarenakan kita hanya memaknai literasi dengan membaca.
“Maka kita asah literasi, tidak hanya membaca, sudah dalam konteks pergaulan. Tantangan zaman yg seperti ini dapat kita atasi, sebagai proyeksi dunia islam yang mengagumkan. Tetapi, jangan suka menepuk dada, dan memuji diri sendiri. Terlebih jangan takut untuk bermimpi,” ucapnya.
Tidak selamanya sudut pandang barat itu benar. Perdamaian itu tudak ada gunanya jika tidak adil. Prinsip dasar kita dalam bermuamalah itu berdasarkan damai sehingga terbangunlah peradaban.
Ada orang orang yang memilih perang (sebagai panggilan dan titik mula) karena berdasarkan tafsir yang ia pilih, namun prinsip dasar kita dalam bermuamalah berdasarkan perdamai sehingga jauh lebih memungkinkan untuk membangun peradaban.
“Tafsir itu apapun hasilnya dapat dikatakan benar selama metodologinya benar. Tinggal yang mana yang kamu pilih, dan pilihan itu adalah tanggung jawab diri sendiri,” pungkasnya. (DPA)