Selamat Datang Khilafah di Negara Demokrasi

Modernis.co, Malang – Mungkin ini Pilpres terakhir di era demokrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mungkin pula sudah saatnya. Burung Garuda mulai rapuh dan tak kuat lagi terbang tinggi, lagu Indonesia Raya juga mulai senyap dan redup dinyanyikan, bahkan bendera merah putih sudah tak lagi dihormati karena lapuk dan kusut. Kalah sakral dengan bendera bertulis kalimat tauhid. Setelahnya kita akan menjadi negara dengan sistem khilafah.

Meski samar saya mulai paham pengibaratan Pilpres sebagai perang Bharatayudha atau Armageddon. Pilpres 2019 adalah pertaruhan terakhir. Sekarang atau tidak sama sekali. Agenda politik memang sedang disimpan dengan berbagai skenario dan cerita yang bakal di suguh. Dramaturgi: Politik panggung depan dan politik panggung belakang. Tahunya rakyat ini hanya soal bitingan, padahal ada agenda besar dibaliknya. Diluar nalar dan kesadaran publik. Perebutan kekuasaan memang selalu begitu, penuh teka-teki dan misteri.

Tak perlu menyoal ke-Islaman dan komitmen capres yang didukung. Rezim harus ambruk dengan cara apapun. Elaktabilitas rezim harus dijatuhkan dan dibuat seburuk mungkin. Berbagai ketakutan dan kecemasan kolektif dibuat. Hoax disebar sengaja. Agar rakyat melawan. Pilpres 2019 hanya pintu masuk, semacam washilah untuk agenda politik yang hanya para elite saja yang tahu.

Pu Yi diangkat kaisar disaat usianya baru dua tahun. Di usia 8 tahun Pu Yi dipaksa mundur. Diasingkan dan dibiarkan tinggal di Kota Terlarang sebagai seorang kaisar. Tapi di luar kota Terlarang ke Kaisaran yang telah berusia 2000 tahun itu sudah tamat. Sekelompok kuat yang terdiri dari para prajurit penghasut, bangsawan penghasut, pangeran penghasut, pendeta penghasut, orang kaya penghasut dan failasuf penghasut bersekongkol.

baca juga tulisan lainnya : https://modernis.co/2019/02/03/bung-jangan-tunggangi-gontor-dengan-politik-praktis/

Di usia 18 Pu Yi dipaksa pergi dan tinggal di Tianjin, dijadikan raja boneka oleh ke kaisaran Jepang sebelum ditangkap pasukan Soviet dan dijadikan tahanan. Mao Zedong penguasa baru China memberi nya amnesti ia dibebaskan dan kembali ke China sebagai tukang reparasi alat elektronik hingga kematiannya tahun 1967.

Raja terakhir Prancis Louis XVI. menduduki tahta pada tahun 1774 dalam kondisi kerajaan yang sudah compang-camping secara ekonomi maupun politik. Rakyat di puncak marah karena kecewa dengan prilaku arogansi bangsawan yang hedon dan culas. Tahun 1789 terjadi kekurangan makanan di seluruh Prancis dan krisis ekonomi. Masyarakat yang tidak puas dengan Pemerintahan Raja Louis XVI dan pendahulunya melakukan pemberontakan yang dikenal dengan nama Revolusi Prancis. Pembalasan dilakukan. Lois XVI di penggal di Guiletone.

Tak tahu seberapa tahan NKRI bisa bertahan dari gempuran. Pancasila, dan UUD 45 sudah kehilangan peran. Demokrasi belok arah. Pilpres 2019 adalah pertaruhan terakhir. Ibarrat perang Bharatayudha atau Armageddon harus ada yang punah. Sekarang atau tidak sama sekali. Khilafah atau Republik. Pertarungan dan adu strategi masih berlangsung. Entah siapa berakhir kalah. Dibuang atau dipermalukan.

Oposisi punya cara untuk mengakhiri kekuasaan rezim, pun sebaliknya, Raja juga punya cara untuk membinasakan oposisi dengan cara yang dia mau. Kekuasaan memang hanya sebuah seni untuk membinasakan lawan. Ini memang Bharatayudha atau Armageddon.
Wallahu ta’ala a’lam

Oleh : Nurbani Yusuf (Pegiat Komunitas Padhang Mahsyar Malang/Kiayi Muhammadiyah Malang)

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan pikiran-pikiran anda via website kami!

Related posts

Leave a Comment