Modernis.co, Malang – Sidang Peninjauan Kembali (PK) perkara pidana dengan pemohon Marselinus Maring,.S.H kembali digelar pada Rabu, tanggal 27 Oktober 2021, dimana sidang pertama berlangsung pada tanggal 13 Oktober 2021 di Pengadilan Negeri Malang, Rabu (27/102021).
Agenda sidang adalah penandatanganan berita acara serta pemeriksaan berkas sebelum dikirim ke Mahkamah Agung RI, yang dihadiri oleh Pemohon PK Marselinus Maring,.S.H dan Penasihat Hukum Abraham G. Wicaksana, S.H., serta dari pihak Termohon PK yaitu Kejaksaan Negeri Malang diwakili oleh Hanif Hartadi,.S.H,.M.H dan proses persidangan di pimpin oleh Muhammad Indarto,.S.H,.M.Hum selaku ketua Majelis Hakim.
Penasihat Hukum Pemohon PK Abraham G. Wicaksana, S.H., mengatakkan perkara ini menyorot perhatian publik, karena Pemohon PK merupakan salah satu advokat kondang di Kota Malang yang didakwa melakukan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana dakwaan kesatu Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 Tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, dan dakwaan kedua Pasal 44 ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 Tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.
“Pada perkara No.146/Pid.Sus/2017/Pn.Mlg, Marselinus Maring,.S.H dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga, padahal dalam proses pemeriksaan perkara di muka persidangan tidak satu pun saksi-saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) melihat dan mengetahui adanya tindak kekerasan,” kata Abraham, Rabu (27/10/2021).
Ia menambahkan perkara ini terdapat kejanggalan-kejanggalan, fakta di persidangan JPU tidak menghadirkan dokter yang membuat/menerbitkan visum et repertum dalam perkara tersebut, padahal tanggal pembuatan visum et repertum selang beberapa hari pasca kejadian.

“Majelis hakim membuat suatu pertimbangan hanya berdasarkan keterangan saksi pelapor (Lusinta Sianturi) saja, sehingga pertimbangan-pertimbangan Majelis Hakim tersebut menyimpangi ketentuan Pasal 185 ayat (2) KUHAP tentang suatu kaidah keterangan seorang saksi saja tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa,” tegasnya.
Abraham melanjutkan saat persidangan saksi Ruth Mirel Amabel adalah saksi dibawah umur (16 tahun).
“Fakta-fakta tersebut diabaikan oleh hakim yang memeriksa dan mengadili di tingkat banding pada putusan Perkara Nomor 657/PID.SUS/2017/PT.SBY kemudian di tingkat kasasi, pada putusan No.1655k/Pid.Sus/2018 sehingga hakim telah khilaf dalam mempertimbangkan fakta-fakta hukum tersebut,“ jelasnya.
“Secara formiil dalam memori peninjauan kembali alasan diajukannya permohonan peninjauan kembali ini diajukan atas dasar, adanya suatu kekhilafan hakim karena telah mengabaikan ketentuan Pasal 183 KUHAP, karena Majelis Hakim menjatuhkan pidana dengan mengabaikan kriteria minimal dua alat bukti yang cukup,” terangnya.
Pemohon PK melalui PH-nya berharap dapat memperoleh keadilan, dan dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara di tingkat PK. (AW)