Modernis.co, Jakarta – Hukum Humaniter Internasional (HHI) merupakan seperangkat aturan yang dirancang untuk melindungi individu yang tidak terlibat dalam konflik bersenjata, termasuk warga sipil dan petugas medis.
Meskipun HHI telah diakui secara luas dan diratifikasi oleh banyak negara, pelanggaran terhadap hukum ini tetap terjadi secara sistematis dalam berbagai konflik di seluruh dunia.
Salah satu alasan utama mengapa HHI sering terabaikan adalah kurangnya penegakan hukum yang efektif dan mekanisme akuntabilitas yang lemah. Misalnya, dalam konteks serangan militer terhadap fasilitas kesehatan, serangan tersebut tidak hanya melanggar hak asasi manusia tetapi juga prinsip-prinsip dasar HHI yang mengharuskan perlindungan terhadap layanan kesehatan di daerah konflik.
Penelitian menunjukkan bahwa serangan terhadap fasilitas kesehatan sering kali dilakukan tanpa konsekuensi yang jelas bagi pelaku, sehingga menciptakan budaya impunitas yang merugikan perlindungan hukum bagi individu yang paling rentan.
Selain itu, faktor politik juga memainkan peran penting dalam mengabaikan HHI. Dalam banyak kasus, negara-negara yang terlibat dalam konflik bersenjata sering kali menggunakan hukum internasional sebagai alat politik untuk mencapai tujuan strategis mereka. Misalnya, dalam konflik antara Israel dan Palestina, pelanggaran HHI oleh Israel selama agresi militer menunjukkan bagaimana hukum ini dapat diabaikan demi kepentingan politik dan militer.
Ketidakadilan dalam penegakan hukum internasional sering kali diperparah oleh ketidakmampuan komunitas internasional untuk bertindak secara kolektif dalam menanggapi pelanggaran HHI, yang menciptakan kesan bahwa hukum ini tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk melindungi hak-hak individu.
Salah satu tantangan utama dalam penegakan HHI adalah ketidakjelasan dalam definisi dan penerapan hukum tersebut. Banyak negara dan aktor non-negara yang terlibat dalam konflik bersenjata sering kali memiliki interpretasi yang berbeda mengenai apa yang dianggap sebagai pelanggaran HHI.
Misalnya, dalam konteks perlindungan terhadap petugas medis, meskipun ada ketentuan yang jelas dalam Konvensi Jenewa yang mengharuskan perlindungan terhadap mereka, serangan terhadap petugas medis tetap terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada kerangka hukum yang ada, implementasinya sering kali terhambat oleh ketidakpahaman atau penolakan untuk mematuhi aturan yang telah disepakati secara internasional.
Lebih jauh lagi, kurangnya pendidikan dan kesadaran tentang HHI di kalangan tentara dan pihak yang terlibat dalam konflik juga berkontribusi terhadap pelanggaran hukum ini. Banyak anggota angkatan bersenjata tidak mendapatkan pelatihan yang memadai mengenai HHI dan tanggung jawab mereka di bawah hukum tersebut.
Hal ini dapat menyebabkan tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip HHI, seperti serangan terhadap warga sipil dan fasilitas kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa peningkatan pendidikan dan pelatihan tentang HHI dapat membantu mengurangi pelanggaran dan meningkatkan perlindungan bagi individu yang terlibat dalam konflik.
Di sisi lain, faktor ekonomi juga berperan dalam mengabaikan HHI. Dalam banyak konflik, kepentingan ekonomi sering kali menjadi pendorong utama bagi tindakan kekerasan. Misalnya, penguasaan sumber daya alam atau kontrol atas wilayah strategis sering kali menjadi alasan di balik konflik bersenjata, yang mengakibatkan pengabaian terhadap perlindungan hukum bagi warga sipil dan individu yang tidak terlibat dalam pertempuran.
Ketika kepentingan ekonomi menjadi prioritas, HHI sering kali dianggap sebagai hambatan daripada sebagai pedoman untuk melindungi hak asasi manusia. Ketidakstabilan politik dan sosial di negara-negara yang terlibat dalam konflik juga berkontribusi pada pelanggaran HHI. Dalam situasi di mana pemerintah tidak mampu atau tidak mau melindungi warganya, individu dan kelompok bersenjata sering kali mengambil alih kekuasaan, yang mengarah pada pelanggaran sistematis terhadap HHI.
Dalam konteks ini, komunitas internasional sering kali terjebak dalam dilema antara intervensi untuk melindungi hak asasi manusia dan menghormati kedaulatan negara, yang dapat menghambat upaya untuk menegakkan HHI secara efektif.
Pentingnya mekanisme akuntabilitas yang kuat juga tidak dapat diabaikan. Tanpa adanya mekanisme yang jelas untuk menuntut pertanggungjawaban bagi pelanggaran HHI, pelaku kejahatan sering kali merasa tidak terancam dan terus melakukan pelanggaran.
Misalnya, meskipun ada upaya untuk membawa pelaku kejahatan internasional ke pengadilan, seperti yang dilakukan oleh Mahkamah Internasional, banyak pelaku tetap bebas dari hukuman. Hal ini menunjukkan bahwa penegakan Hukum Humaniter Internasional memerlukan dukungan politik dan komitmen dari komunitas internasional untuk memastikan bahwa pelanggaran tidak dibiarkan tanpa konsekuensi.
Dalam kesimpulannya, pelanggaran terhadap Hukum Humaniter Internasional sering kali terjadi karena kombinasi dari berbagai faktor, termasuk kurangnya penegakan hukum, ketidakadilan politik, kurangnya pendidikan, kepentingan ekonomi, dan ketidakstabilan sosial.
Untuk meningkatkan kepatuhan terhadap Hukum Humaniter Internasional, diperlukan upaya kolektif dari komunitas internasional untuk memperkuat mekanisme akuntabilitas, meningkatkan pendidikan tentang Hukum Humaniter Internasional, dan menciptakan lingkungan di mana hak asasi manusia dihormati dan dilindungi.
Hanya dengan pendekatan yang komprehensif dan terkoordinasi, kita dapat berharap untuk melihat perubahan positif dalam perlindungan individu yang terlibat dalam konflik bersenjata.
Oleh: Nisriinaa Fanka, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang