Pendidik Gurau, Pendidikan Kacau

Modernis.co, Jakarta “Di mana ada kemerdekaan di situ harus ada disiplin yang kuat. Sungguh disiplin itu bersifat self disiplin, yaitu kita sendiri mewajibkan dengan sekeras-kerasnya. Dan peraturan yang sedemikian itu harus ada di dalam suasana yang merdeka.” Ki Hajar Dewantara.

Sumber daya manusia yang bermutu merupakan faktor penting dalam pembangunan di era globalisasi. Pengalaman dari berbagai negara yang maju bahwasanya sumber daya manusia yang bermutu sangat penting dan sangat dibutuhkan daripada sumber daya alam yang melimpah. Akan tetapi pada beberapa tahun terakhir ini, daya saing Indonesia di tengah bangsa-bangsa lain cenderung kurang menggembirakan.

Sumber daya manusia yang bermutu dapat diwujudkan dari kualitas pendidikan yang bermutu juga. Maka dari itu, peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia adalah hal yang tidak dapat ditawar lagi. Karena kualitas pendidikan yang bermutu memiliki banyak pengaruh terhadap kemajuan bangsa dan sumber daya manusia.

Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia tentu tidak bisa meningkat hanya dengan cara merubah kurikulum belajar atau meningatkan anggaran pendidikan atau bahkan dengan mengganti menteri dan dirjen pendidikan. Tentu saja kualitas pendidikan di Indonesia hanya bisa dirubah dengan peningkatan kualitas guru.

Dalam pasal 4 UU No 14 tahun 2005 menjelaskan, kedudukan guru sebagai tenaga professional sebagaimana maksud dalam pasal 2 (ayat 1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran yang berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan. Pendidikan adalah hal pokok yang menopang kemajuan suatu bangsa. Tanpa pendidikan, suatu negara akan tertinggal jauh dari negara lain. Kualitas mutu pendidikan Indonesia pada masa kini sangat memprihatinkan.

Pasalnya, hal ini dapat dibuktikan oleh data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index) yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan dan penghasilan per kepala yang menunjukkan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia semakin menurun.

Menurut data UNESCO pula, dalam Global Education Monitoring (GEM) 2016, Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara berkembang, sedangkan kualitas guru Indonesia menempati urutan ke 14 dari 14 negara berkembang. Hal yang serupa pun dikemukakan oleh sebuah situs berjudul Youth Corps Indonesia yang mencatat bahwa Indonesia menempati peringkat 62 dari 72 negara.

Sungguh sangat ironis jika mengetahui bahwasanya anggaran pendidikan besar namun kualitas pendidikan masih jauh dari memadai. Pada bulan Juli 2018, Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan bahwa tunjangan guru dalam bentuk dana sertifikasi tidak mencerminkan kualitas pendidik.

Dalam konteks ini, ada empat penyebab rendahnya kompetensi guru:

Faktor pertama, cara pandang guru tentang profesinya

Sebagus apapun kurikulum yang digunakan, namun jika cara pandang guru khusunya tentang peningkatan kualitas diri tidak berubah maka akan sia-sia. Banyak guru di Indonesia yang menghayati pekerjaannya sebagai lapangan kerja untuk mencari uang, yang sebenarnya jumlah uangnya kecil. Belum banyak guru yang sungguh menaruh perhatian kepada kemajuan dan kebaikan siswa secara penuh. Mereka mengerjakan proyek dimana-mana guna mendapatkan uang tambahan.

Faktor kedua, kualifikasi guru yang belum setara sarjana

Berita harian Kompas (2009) mencatat masih banyak guru di Indonesia yang tidak layak menjadi guru professional. Ketidaklayakan ini dikarenakan pendidikan guru yang tidak memenuhi syarat. Guru yang tidak layak ini sebagian besar justru guru di tingkat Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar.

Faktor ketiga, program peningkatan keprofesian dan penelitian guru yang rendah

Banyak guru yang ‘tidak mau’ mengembangkan diri untuk menambah pengetahuan-pengetahuan dan kompetensi dalam mengajar. Guru tidak mau menulis, tidak mau membuat publikasi ilmiah atau tidak inovatif dalam kegiatan belajar. Kebanyakan dari guru merasa cukup hanya dengan mengajar.

Faktor keempat, rekrutmen guru yang belum efektif

Kita harus mengakui bahwa untuk menjadi guru di negara Indonesia sangatlah mudah. Hanya bermodalkan ijazah S1 FKIP bisa melamar dan mengajar dimana saja. Apalagi jika sekolah terdesak oleh kebutuhan guru, bisa asal terima saja tanpa mempertimbangkan kemampuan guru tersebut terutama dalam memberikan kegiatan pembelajaran yang bermutu. Bila dahulu membayangkan bahwa guru adalah insan intelektual dan jenius, sekarang jauh dari hal tersebut.

Kualitas Guru di Negara Maju

Salah satu program yang dapat menilai kualitas pendidikan di dunia bernama PISA. PISA merupakan akronim dari Program International for Student Assessment. Program ini memang dirancang untuk mengevaluasi kemampuan dan pengetahuan untuk siswa usia 15 tahun. PISA dilakukan setiap 3 tahun sekali dan dimulai pada tahun 2000. Hasil PISA pada tahun 2015 menyatakan bahwa Singapura menduduki peringkat pertama sebagai negara dengan kualitas guru yang tinggi. Dilanjutkan Jepang, Estonisa, Chinese Taipei dan Finlandia. Tahun sebelumnya, Finlandia menduduki peringkat pertama.

Finlandia telah mempertahankan standard yaitu bahwa semua guru mereka harus memiliki standard yaitu bahwa semua guru mereka harus memiliki kualifikasi mengajar di tingkat master dan bahwa gelar ini harus mengundang presentase yang signifikan dari studi yang terkait dengan pengembangan pedagogi. Guru sekolah hingga staf bimbingan dalam pusat penitipan anak harus memiliki gelar sarjana yang mumpuni.

Sedangkan Jepang yang mengalami porak poranda akibat Perang Dunia II pada tahun 1945, berhasil meningkatkan mutur pendidikan, jauh meninggalkan Indonesia yang merdeka di tahun yang sama. Keberhasilan pendidikan tersebut tentu saja didukung oleh kualitas guru yang unggulan di Jepang. Hanya 14% dari pelamar yang ditempatkan dalam program ITE dan hanya 30-40% dari mereka yang lulus dan mendapatkan pekerjaan sebagai guru.

Mutu pendidikan di Indonesia masih sangatlah rendah dan tertinggal dari beberapa negara lainnya. Beberapa faktor terbesar dari rendahnya kualitas pendidikan adalah kualitas guru dalam suatu negara. Jika dilihat dari negara maju yang memiliki kualitas pendidikan yang tinggi, negara tersebut sangat menghormati guru dan tidak asal memilih guru.

Melihat Jepang dan Finlandia, bagaimana kedua negara tersebut sangat memperhatikan bagaimana kualitas guru sebelum memperhatikan kualitas pendidikan. Dari kedua negara tersebut, Indonesia dapat belajar bagaiamana memberikan pendidikan dengan kualitas terbaik dengan memperhatikan kualitas guru terlebih dahulu.

Oleh: Izzah Aulia Rahmah, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan pikiran-pikiran anda via website kami!

Leave a Comment