Muhammadiyah dan Ilmu Pengetahuan

kader muhammadiyah

Modernis.co, Malang – Sungguh sebuah kehormatan yang sangat indah ketika sejarah menceritakan tentang kejayaan Islam dimana Islam menjadi kiblat ilmu pengetahuan dan muslimnya yang menjadi pelopor dan penemu teori-teori yang baru. Sedangkan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama pada zaman modern ini, mengalami banyak perubahan dan sangat cepat, sedang agama bergerak dengan lamban sekali, karena itu terjadi ketidak harmonisan antara agama dan ilmu pengetahuan serta teknologi (Hasyim, 2013).

Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap ilmu (sains). Al-Qur’an dan Al-Sunnah mengajak kaum muslimin untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang berpengatahuan pada derajat yang tinggi. Apabila kita memperhatikan ayat al-Qur’an mengenai perintah menuntut ilmu kita akan temukan bahwa perintah itu bersifat umum, tidak terkecuali pada ilmu-ilmu yang disebut ilmu agama, yang ditekankan dalam al-Qur’an adalah apakah ilmu itu bermanfaat atau tidak.

Di dalam Al-Qur’an kata ilmu dan kata-kata jadiannya digunakan lebih dari 780 kali. Beberapa ayat Al-Qur’an yang diwahyukan pertama kepada Nabi Muhammad saw., menyebutkan pentingnya membaca bagi manusia. Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-Alaq ayat 1-5 yang berbunyi: “(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, (2). Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, (3). Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, (4). Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, (5). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”

Sebelum mendirikan organisasi Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan sempat mengajar di sekolah milik pemerintah belanda, dengan hal ini KH Ahmad Dahlan belajar tentang pentingnya pendidikan bagi anak-anak muda. Sehingga beliau membuat sekolah atau madrasah bagi anak-anak pribumi agar mereka dapat belajar, sehingga anak-anak pribumi pun bisa cerdas dan bisa membawa perubahan.

KH Ahmad Dahlan melihat agama dari sisi yang berbeda, beliau sadar bahwa agama berkembang pesat di kauman tapi pendidikan atau peranan social kepada sesamanya masih kurang. Beliau memiliki gagasan tentang agama yang “Rahmatan lil alamin”, dimana jika kita beribadah dengan baik, maka akan baik pula interaksi social kita terhadap sesama ciptaan Allah SWT. Hal ini menjadi salah satu kenapa Muhammadiyah harus didirikan pada waktu itu selain taqlid dan lain-lain.

K.H. Ahmad Dahlan dan para pemimpin Muhammadiyah bertekad mengadakan pembaharuan pendidikan. Pembaharuan tersebut meliputi dua segi, yaitu cita-cita dan teknik. Dari segi cita-cita, ingin membentuk muslim yang berakhlak mulia, alim dalam agama, luas pandangan dan faham masalah keduniaan, yang kemudian menimbulkan ide intelek-ulama dan ulama-intelek, cakap dan bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.

Dengan demikian target yang ingin dicapai oleh setiap lulusan pendidikan Muhammadiyah meliputi: akidah yang benar, akhlak yang mulia, cerdas, trampil dan pengabdian masyarakat. Ahmad Jainuri menegaskankan bahwa tujuan pendidikan Muhammadiyah adalah berkeinginan mencetak elit muslim terdidik yang memiliki identitas Islam yang kuat, mampu memberikan bimbingan dan keteladanan terhadap masyarakat, dan sekaligus sebagai kekuatan yang mengimbangi tantangan kaum elit sekuler berpendidikan Barat yang dihasilkan oleh pendidikan Belanda pada waktu itu.

Sedangkan dari segi teknik lebih banyak berkaitan dengan cara-cara penyelenggaraan pendidikan. Untuk mencapai cita-cita tersebut Muhammadiyah menyempurnakan kurikulum pendidikan Islam dengan memasukkan pendidikan agama Islam ke sekolah umum dan pengetahuan sekuler ke dalam sekolah agama.

Terhadap sistem pondok pesantren, Muhammadiyah berusaha merubah bentuk lama dengan memperkenalkan organisasi dan administrasi dan cara-cara penyelenggaraannya. Untuk maksud tersebut Muhammadiyah mendirikan “Pondok Muhammadiyah” perguruan tingkat menengah pertama di Yogyakarta yang memberikana pelajaran ilmu agama dan ilmu umum bersama-sama.

Pondok Muhammadiyah merupakan satu model pembaharuan pendidikan Islam yang menggabungkan unsur-unsur lama (dengan tetap mempertahankan Islam sebagai dasar) dan unsur-unsur baru (dengan mencontoh sistem pendidikan Barat dalam pelaksanaannya).

Muhammadiyah pun mempelopori pembaharuan yang seharusnya dilakukan oleh umat Islam pasca kemunduran kejayaan Islam pada abad klasik. Hal ini merupakan bentuk usaha dalam membangkitkan kejayaan Islam kembali, tapi dalam muhammadiyah lebih sering disemboyankan menjadi “Islam Berkemajuan”.

Perkembangan pembaruan pendidikan Muhammadiyah menurut (Yusra, 2018) mulai dari tahun 2004, berdasarkan data Pimpinan Pusat Muhammadiyah, sumbangan Muhammadiyah bagi pendidikan nasional sungguh sangat signifikan.

Di sektor pendidikan Muhammadiyah telah memiliki taman kanak-kanak 3.370 buah, sekolah dasar 1.134 buah, madarasah tsanawiyah 535 buah, madarasah aliyah 172 buah, sekolah menengah pertama 1.181 buah, sekolah menengah atas 512 buah, sekolah menengah kejuruan 250 buah, pondok pesantren 57 buah, mualimin/muallimat 25 buah, sekolah luar biasa 71 buah, universitas 36 buah, sekolah tinggi 66 buah, akademi 61 buah, politeknik 3 buah.

Dengan demikian, terdapat dua bentuk modernisasi pendidikan yang dicanangkan Muhammadiyah. Pertama, mengadopsi sistem kelembagaan pendidikan sekuler Belanda. Perbedaannya terletak pada penambahan mata pelajaran keislaman (met the Qur’an) dengan materi-materi yang sejalan dengan semangat reformisme Islam.

Selanjutnya sekolah ini berkembang menjadi SMA Muhammadiyah dan seterusnya. Kedua, modernisasi sistem pendidikan Islam dari sistem pembelajarannya dalam kelembagaan madrasah. Madrasah Muallimin dan Muallimat sebagai contoh modernisasi madrasah oleh Muhammadiyah.

Muhammadiyah memberikan dua dungungan dengan terealisasikannya pembaruan pendidikan islam tersebut. Pertama, muhammadiyah membatu mencerdaskan kehidupan bangsa dengan membuka pemikiran ilmu pengetahuan barat, yang selama ini menjadi persaingan antar negara. Kedua, muhammadiyah memberikan sosuli atas kemunduran ilmu pengetahuan islam dengan membuka tempat-tempat pendidikan yang dimana masih berkiblat kepada al-Quran dan as-Sunnah.

Sama halnya dengan masa kejayaan Islam dahulu, banyak ilmuan-ilmuan Muslim yang terlahir disana, bahkan memberi kerangka bagi ilmu pengetahuan yang sudah berkembang sekarang. Begitu sebenarnya Islam, yang kebaikannya bagi seluruh umat manusia di muka bumi ini dari jaman Islam klasik sampai Islam kontemporer.

*Oleh: Sisilia Jianusa (Aktivis IMM Restorasi UMM)

hukum pada anak
Redaksi
Redaksi

Mari narasikan fikiran-fikiran anda via website kami!

Related posts

One Thought to “Muhammadiyah dan Ilmu Pengetahuan”

  1. […] dan Sains memang sama-sama berpandangan bahwa kesenangan adalah perasaan yang sesaat, namun mereka berbeda […]

Leave a Comment