Modernis.co, Kediri – Tidak dipungkiri bahwa pemeluk Islam memiliki cara bagaimana memahami dan mengamalkan Islam. Dan ini sah-sah saja. Termasuk juga Muhammadiyah. Dalam berislam, Muhammadiyah memiliki karakter. Bukan ingin berbeda. Tapi, dari cara memahami dan mengamalkan Islam, ada semacam kekhasan.
Dan itu, di lapangan sangat tampak sekali. Ulasan singkat ini hendak mendiagnosa bagaimana Islam yang dipahami Muhammadiyah dan bagaimana memperkuat karakter tersebut sebagai salah satu brand Muhammadiyah.
Muhammadiyah dan Islam Kemanusiaan
Apa yang diajarkan oleh K.H. Ahmad Dahlan adalah Islam kemanusiaan. Ini tampak jelas bagaimana beliau mengajarkan surat Al-Ma’un pada murid-muridnya. Beliau tidak hanya mengajarkan bagaimana cara membacanya dengan benar. Tapi juga bagaimana memahami dan mengamalkannya dalam kehidupan.
Mengamalkan surat Al-Ma’un tidak hanya menghafal dan membacanya dalam salat saja. Tapi bagaimana menerjemahkan isinya ke bentuk riil dalam kehidupan. Seperti menyantuni kaum duafa.
Seiring berjalanya zaman, pemahaman atas surat Al-Ma’un berkembang menjadi semacam teologi. Juga gerakan sosial yang masif dikalangan Muhammadiyah. Ini selanjutnya menjadi semacam “brand” bagi gerakan Muhammadiyah.
Dewasa ini, kiprah Muhamadiyah di dunia sosial, pendidikan, dan kesehatan tidak perlu diragukan lagi. Data terakhir menunjukkan, amal usaha Muhammadiyah sekitar 4.623 TK/TPQ, 2.604 Sekolah Dasar (SD)/MI, 1.772 Sekolah Menengah Pertama (SMP)/MTs, 1.143 Sekolah Menengah Atas (SMA)/SMK/MA, 67 Pondok Pesantren, 172 Perguruan tinggi Muhammadiyah, 452 Rumah Sakit, Rumah Bersalin, BKIA, 318 Panti Asuhan, Santunan, Asuhan Keluarga, 54 Panti jompo, 82 Rehabilitasi Cacat, 71 Sekolah Luar Biasa (SLB), 11.198 Masjid dan Musola, dan tanah seluas 20.945.504 M ². Kita patut berbangga dalam hal ini.
Sejak awal, dalam dunia pendidikan, Muhammadiyah mengembangkan sistem pendidikan modern di sekolah-sekoah dan perguruan tinggi -perguruan tinggi Muhammadiyah. Bahkan sistem pendidikan model Muhammadiyah itulah yang diadobsi untuk sistem pendidikan Nasional. Artinya, Muhammadiyah menjadi pelopor pendidikan modern di Indonesia.
Dari situ, tampak bahwa Islam yang dipahami oleh Muhammadiyah adalah Islam yang berpihak pada kemanusiaan. Artinya, tidak hanya membicarakan relasi antara manusia dan tuhan saja. Tapi juga urusan antar manusia. Ini yang saya sebut dengan “Islam kemanusiaan”.
Beberapa waktu lalu, sempat muncul istilah jihad konstitusi. Ini adalah istilah yang dipakai oleh Muhammadiyah untuk menyebut usaha Muhammadiyah dalam melakukan judicial review atas beberapa undang-undang. Seperti beberapa pasal dalam Undang-Undang tentang rumah sakit, Undang-undang tentang Ormas, dan juga Undang-undang tentang Migas.
Judicial review yang dilakukan oleh Muhammadiyah bukanlah usaha asal-asalan. Tapi usaha yang didasari atas pemikiran yang mendalam untuk membela kemanusiaan. Muhammadiyah mendeteksi adanya ketidakadilan akut yang bakal terjadi sebagai dampak dari sebuah regulasi. Karena itu, judial review perlu dilakukan.
Contoh lain, dalam beberapa dokumen hukum resmi milik Muhammadiyah, kita bisa menemukan diskusi-diskusi yang membela kemanusiaan seperti fikih air. Ini adalah diskusi tentang kemanusiaan yang cukup progresif.
Apa relevansinya fikih air untuk kemanusiaan? Secara umum, fikih air berbicara bagaimana mendistribusikan dan menggunakannya. Ini dalam rangka untuk menjaga alam agar terus bertahan kedepan. Jelas itu adalah usaha untuk mempertahankan eksistensi manusia kedepan.
Di balik itu, Muhammadiyah mendeteksi adanya ketidakadilan dalam pendistribusian air di beberapa wilayah. Seperti kapitalisasi perusahan air yang berdampak buruk pada penduduk lokal. Sebetulnya, dibalik munculnya fikih air ini, Muhammadiyah hendak merespon ketidakadilan tersebut.
Kemudian, tidak lama lagi Pimpinan Pusan Muhamadiyah akan mengadakan Munas Tarjih. Tampak salah satu isu yang diajukan adalah isu agraria. Isu tanah, dan segala yang terkandung di dalamnya. Jelas semangat yang diusung adalah bagaimana mendistribusikan keadilan dalam konteks agraia.
Muhammadiyah mendeteksi adanya ketidakadilan dalam konteks agraria akhir-akhir ini. Inilah yang hendak direspon oleh Muhammadiyah. Dari situ juga tampak bahwa Muhammadiyah tidak hanya mengurus persoalan manusia dengan tuhannya, tapi juga persoalan antar manusia. Yakni bagaimana keadilan dapat terdistribusi dengan proporsional.
Persoalan agraria adalah persoalan antar manusia. Bagaimanapun hasilnya munas tersebut, itu akan menjadi keputusan resmi lembaga hukum Muhammadiyah. Yang artinya, itu mewakili sikap Muhammadiyah dalam upaya membela kemanusiaan.
Memahami Lebih Dalam Islam Kemanusiaan
Islam kemanusiaan bukanlah Islam yang hanya mementingkan kepentingan manusia semata sebagaimana pendekatan antroposentrik. Tapi, dapat dikatakan bahwa pendekatan yang digunakan Muhammadiyah lebih tepatnya adalah teoantroposentrik. Artinya, usaha untuk membela kemanusiaan tersebut lahir atas kesadaran religius. Selain itu, ada Islam sebagai sebuah agama yang membingkai antroposentrisme yang diusung.
Mencerdaskan kehidupan bangsa dengan pendidikan, memberikan kualitas kesehatan yang baik, memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat dan seterusnya adalah bentuk nyata dari Islam kemanusiaan.
Telah saya singgung di atas, bahwa salah satu ciri dari Islam kemanusiaan adalah kepekaan terhadap ketidakadilan. Ketidakadilan tentu dalam banyak aspek. Artinya, Islam kemanusiaan dapat diimplementasikan dalam banyak hal, terutama wilayah sosial. Ini bidang garap Islam kemanusiaan.
Lebih tegasnya, bidang garap Islam kemanusiaan jelas adalah wilayah sosial. Yakni persoalan sosial kemanusiaan. Bisa dalam konteks sosial ekonomi, sosial kesehatan, sosial pendidikan dan yang seterusnya.
Amal sosial bukanlah ide dari orang-orang Muhammadiyah. Tapi, bentuk pemahaman atas konsep iman dan amal saleh. Bahwa, dalam banyak ayat al-Quran, iman selalu didampingkan dengan amal saleh. Artinya, iman dan amal saleh adalah dua bagian yang saling melengkapi.
Kebanyakan orang muslim terjebak dengan hanya berhenti pada iman saja. Karena mereka memahami iman dan amal saleh adalah dua entitas yang terpisah. Atau memahami hal-hal seperti shalat itu sebagai amal saleh. Itu sah-sah saja.
Sementara itu, Muhammadiyah memahami iman dan amal saleh adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Karena itu, setelah mengamalkan dimensi iman, Muhammadiyah hendak menekankan dimensi amal salehnya dengan amal sosial. Amal saleh juga adalah amal sosial. Bentuknya adalah dengan mendirikan amal usaha dalam berbagai bidang.
Memperkuat Brand Islam Kemanusiaan ala Muhammadiyah
Islam kemanusiaan adalah brand bagi Muhammadiyah. Upaya untuk mempekuat brand tersebut dapat dilakukan dengan memperkuat karakter tersebut dan juga dengan mempromosikannya.
Memperkuat karakter artinya apa yang sudah ada di Muhammadiyah itu terus dikembangkan. Berjuang melalui berbagai amal usaha dalam dalam konteks sosial, pendidikan, kesehatan, dan seterusnya harus terus digalakkan. Amal usaha dalam berbagai konteks mesti terus dikembangkan. Yang sudah ada harus dikelola dengan semakin baik.
Selain itu, upaya untuk mendirikan amal usaha di daerah-daerah juga harus terus dilakukan. Ini adalah bukti nyata atas Islam kemanusiaan Muhammadiyah. Memang, itu tidak gampang. Tapi bisa diusahakan.
Mempromosikan Islam kemanusiaan juga akan membantu memperkuat brand Muhammadiyah. Promosi bisa dilakukan melalui mimbar akademik dengan menuliskan Islam kemanusiaan Muhammadiyah secara teoritik dalam lembaran-lembaran jurnal terkemuka. Dengan itu, Islam kemanusiaan versi Muhamadiyah dapat diakses seluruh dunia.
Menuliskan Islam kemanusiaan bisa dilihat dari banyak sekali aspeknya. Apakah itu dalam bidang sosial, pendidikan, kesehatan, jihad konstitusi, dan seterusnya. Intinya, bagaimana mengenalkan Islam kemanusiaan Muhamamdiyah di dunia.
Bahkan tidak hanya dalam naskah jurnal. Tapi promosi bisa dilakukan dengan menyebarkan Islam kemanusiaan dalam buku, artikel, meme (jargon-jargon singkat khas Muhammadiyah). Terlebih di era digital seperti sekarang, iklim digital sangat mendukung untuk usaha seperti ini.
Mendiskusikan Islam Kemanusiaan dengan berbagai variannya dalam bentuk forum-forum riil juga penting. Meskipun kita hidup di era digital, namun, eksistensi forum-forum kajian, forum ilmiah, forum diskusi dalam menyebarkan pemahaman juga adalah penting.
Aktor Islam Kemanusiaan ala Muhammadiyah
Siapa aktor Islam kemanusiaan Muhammadiyah? Jelas para aktornya adalah orang-orang Muhammadiyah itu sendiri. Selain itu juga siapa saja yang mengupayakan distribusi keadilan dalam bingkai keislaman. Mereka bisa disebut partisipan Islam kemanusiaan Muhammadiyah.
Ingat, ciri Islam kemanusiaan adalah kepekaannya terhadap ketidakadilan dan bagaimana mengupayakan distribusi keadilan dalam bingkai keislaman.
Telah saya sebutkan di atas, bahwa Islam kemanusiaan tidak hanya mengurusi urusan manusia dengan tuhannya, tapi juga urusan antara manusia dengan manusia. Bagaimana keadilan dapat terdistribusi secara merata dan proporsional.
Karena itu, aktor Islam kemanusiaan harus selesai terkait hal urusan dengan tuhannya. Untuk beramal saleh, persoalan iman harus sudah selesai. Artinya, aktor-aktor Islam kemanusiaan harus selesai dengan dirinya. Mereka harus sudah selesai dengan dirinya agar bisa berbuat untuk selain dirinya. Inilah salah satu persyaratan menjadi aktor Islam kemanusiaan.
Penting juga untuk memiliki keikhlasan yang lebih dari pada umumnya. Karena untuk berbuat sesuatu untuk yang lain, kadang perlu kesadaran yang lebih dari pada saat sujud untuk tuhannya. Ini persyaratan kedua bagi aktor Islam kemanusiaan karena itu, memupuk keikhlasan sangat penting bagi aktor Islam kemanusiaan.
Selain dua hal di atas, kapasitas dalam ilmu juga diperlukan. Kapasitas keilmuan bukan berarti beberapa gelar yang berjajar setelah nama belakangnya. Tapi, kemampuan dalam bidang yang digelutinya.
Bagaimana mungkin kita bisa mengajar jika kita tidak punya pengetahuan? Bagaimana mungkin berjuang pada level regulasi jika tidak punya pengetahuan yang cukup? Bagaimana mungkin akan memperjuangkan keadilan jika tidak punya perspektif tentang keadilan?
Sederhananya, teko yang kosong tidak dapat mengeluarkan kopi untuk megisi cangkir kosong. Berjuang tanpa ilmu akan sia-sia. Karena itu, ilmu dalam konteks yang digeluti menjadi salah satu prasyarat untuk berjuang dalam bingkai Islam kemanusiaan.
Di akhir ulasan singkat ini, saya ingin mengatakan bahwa Islam kemanusiaan adalah salah satu brand yang telah melekat pada Muhammadiyah. Dan itu bisa diperkuat dengan mempertajam karakter dan mempromosikan ide tersebut.
Oleh : M. Khusnul Khuluq (Human Right Defender, Pegiat filsafat, Kader Muda Muhammadiyah)