Senja memunguti saputangan di semenanjung, menandai ini perpisahan ketigabelas sejak lampu-lampu kota sudah tak lagi mampu memaknai perpisahan, sebagai sesuatu yang perlu dihiasi pelukan-pelukan. Aku berdiri di tepi selokan, barangkali matahari senja yang hendak pensiun itu akan terbenam di sini. Bersama siluet gedung-gedung berlinggi yang mungkin akan mengangkat roknya tinggi-tinggi kala musim banjir tiba dan aku mulai menggali lapangan bulu tangkis mencari tempat tinggal baru, oase baru, kepedihan baru yang lalu dilompat-lompati, selaik mayat perang —dilangkah-langkahi Dahulu, sebelum keangkuhan rutin berlari-lari pagi di sini, kecipak daun-daun masih mencari insang di…
Baca Selengkapnya