Islam dalam Memandang Masyarakat Multikultural

islam multikultural

Modernis.co, Surakarta – Tulisan Ahmad Taufik dalam bukunya Sastra Multikultural, Kontruksi Ideologi Kebangsaan dalam Novel Indonesia menyebutkan bahwa suatu masyarakat akan disebut masyarakat multikultural apabila dalam suatu masyarakat hidup dua atau lebih kultural dan mereka saling menghormati, menghargai, dan toleran.

Multikultural merupakan kehadiran atau keberadaan dua realitas budaya atau kultural yang ada dalam suatu masyarakat yang saling berinteraksi, saling berdampingan, saling menghormati, saling toleransi dan kedua budaya atau lebih tersebut mengakui adanya toleransi, kesetaraan, dan persamaan diantara mereka. Berdasarkan hal tersebut maka Indonesia merupakan negara multikulturalisme, karena memiliki kultur lebih dari dua macam.

Kata kebudayaan berasal dari sansekerta, budhaiyah ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti  budi atau akal. Kebudayaan atau kulture adalah segala hasil dari segala cipta karsa dan rasa menurut P. j. Zoetmulder yang dikutip oleh Koentjoroningrat dalam bukunya Pengantar Antropologi. Dapat disimpulkan bahwa kebudayaan   merupakan keseluruhan gagasan, tindakan yang dihasilkan dari budi, akal, cipta karsa, rasa untuk memenuhhi kebutuhan hidup dalam masyarakat.

Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia, karena kondisi sosial-budaya maupun geografis yang begitu luas. Oleh karena itu Indonesia merupakan negara yang beraneka ragam etnis, budaya, ras dan agama. Berbagai kebudayan tumbuh dan hidup di bumi Indonesia, mereka saling menghormati dan toleransi antara satu dengan yang lain. Walaupun juga ada beberapa kejadian yang intoleran diantara berbagai kulture, namun presentase nya lebih sedikit daripada yang hidup toleran dan damai.

Islam adalah agama rahmatalil’alamin, yang menjunjung tinggi terhadap kelangsungan hidup di dunia ini, diantaranya yaitu menjunjung nilai nilai kemanusiaan. Jadi tidak hanya bermanfaat terhadap agama Islam saja, namun ajaran-ajaran nya berkesinambungan baik dengan tatanan kehidupan dunia, secara sosial maupun alam. Sehingga tidak menimbulkan suatu kerusakan atau ketidalseimbangan di muka bumi.

Indonesia merupakan negara dengan mayoritas umat muslim terbesar di dunia, dalam menghadapi multikulturalisme yang terdapat di Indonesia tentunya berlandaskan pada ajaran-ajaran Islam. Bagaimana Islam dalam menyikapi perbedaan-perbedaan tersebut, sehingga tidak menimbulkan perselisihan antar manusia.

Ajaran Islam berlandaskan Al-Qur’an dan hadits, oleh karena itu pandangan Islam dapat diketahui melaluui firman Allah dan sabda Rasulullah SAW. Ada beberapa dalil yang  bersangkutan mengenai multikulturalisme.

Dalam Surat Al-Hujurat (49) : 13 disebutkan yang artinya “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu” .

Dari ayat itu setidaknya ada dua hal yang dapat kita tarik. Pertama, pada mulanya manusia itu satu, yang menjadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku ialah Tuhan, dan yang mengukur kemuliaan adalah Tuhan. Jadi ada lingkaran yang berawal dan berakhir pada tuhan, theosentrisme. Kedua, manusia secara objektif memang berbangsa-bangsa dan besuku-suku.

Manusia itu secara ontologis (berdasar kenyataan) memang makhluk sosial, sehingga mereka berkelompok dalam bangsa dan suku. Dalam istilah “bangsa dan suku” mesti dimasukkan agama, kelas, budaya, partai dan sebagainya. Dengan kata lain, Islam mengajarkan untuk berpikir dan berperilaku objektif. Dari ayat ini jelas bahwa filsafat sosial islam, termasuk hukum, etika, ekonomi, dan politik adalah objektivitas teosentris. (Kuntowijoyo dalam bukunya Identitas Politik Umat Islam)

Dalam Al-qur’an disebutkan bahwa dahlu manusia adalah umat yang satu, kemudian timbul perselisihan daintara mereka, Allah mengutus para nabi untuk memberi peringatan. Sebagaimana dalam firman Q.S. Al-Baqarah ayat 213 yang artinya

“Manusia itu adalah umat yang satu (setelah timbul perselisihan), Maka Allah mengutus para Nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang benar, untuk memberi keputusan diantara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang berima kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu degan kehendak-Nya dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus”.

Ayat tersebut menyatakan bahwasannya yang menjadi faktor perselisihan bukan karena adanya perbedaan-perbedaan diantara umat manusai, namun dikarenakan adanya rasa dengki antar sesama. Keberagaman bukanlan alasan terjadinya suatu perselisihan. Jadi, wajar bahwasannya Indonesia dengan sedemikian beragam kebudayaan yang dimilikinya, denga letak geografis yang sangat luas pula bisa dipersatukan dibawah naungan Republik Indonesia.

Penciptaan manusia dalam aneka ragam perbedaan, baik bentuk fisik, warna kulit, suku, bangsa, bahasa, tingkat kecerdasan, kecenderungan berfikir dan sebagainya adalah kehendak mutlak Allah SWT  (sunnatullah) yang tidak akan berubah. Bahkan perpechan itu sendiri mrupakan kehenddak-Nya, akan tetapi manusia diperintahkan untuk tidak terpecah  belah, karena perpecahan yang berakhir denga permusuhan sebagai hal buruk.

Dengan perbedaan itu sesungguhnya Allah menguji manusia bagaimana mengelola keanekaragaman dan perbedaan tersebut agar makna Islam rahmatallil’alamin dapat terwujud. Sedang orang-orang yang terjerumus dalam  perpecahan dan permeslisihan maka merekalah orang-prang yang disesatkan Allah.

Nabi Muhammad SAW bersabda dalam haditsnya yang berarti sebagai berikut “Telah menceritakan kepada kami Abdillah, telah menceritakan kepada saya Yazid berkata; telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ishaq dari Dawud bin Al-Husain dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata; Ditanyakan kepada Rasulullah saw. “Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah?” maka beliau bersabda: “Al-Hanifiyyah As-Ssamhah (yang lurus lagi toleran).

Dari hadits tersebut dapat diuraikan bahwa Rasul menganjurkan umatnya untuk saling bertoleransi supaya dicintai oleh Allah SWT. Dengan bertoleransi, maka menghargai dan menghormati segala perbedaan yang ada. Sehingga tiada terjadi suatu permusuhan yang dapat menggangggu fungsi kehidupan ummat manusia.

Mengenai pengertian istilah yang digunakan, menurut Prof. Zakiyuddin Baidhawy dalam bukunya Pendidikan Agama Berwawasan Multikultura menyebutkan bahwa multikulturalisme memiliki rentang definisi yang beragam mulai dari sekedar pengakuan terhadap realitas multikultural masyarakat dunia saat ini; upaya untuk menerima dan menghormati realitas itu; hingga pada pengertian yang merefleksikan rrelativisme kebenaran da relativisme agama. Kecenderungan dominan alam beberapa buku, semisal buku berjudul Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, istilah ini merefleksikan relativisme kebenaran dan agama.

Ini karena, multikulturalisme hakikatnya merupakan kelanjutan dari paham inklusivisme , integritas agama dan pluralisme agama. Jika pada inklusivisme, integritas agama tertentu masih dipertahankan sekalipun ada pengakuan kebenaran pada yang lain, maka multikulturalisme dalam makna ini bergerak lebih jauh lagi: memungkinkan berbagai agama dengan yang lain. Dalam ide ini tekandung muatan sinkretisme agama, bahkan bukan tidak mungkin, memunculkan agama baru bernama multikulturalime.

Keanekaragaman budaya, etnis, ras, suku, bahasa, agama merupakan anugerah yang diberikan Allah kepada ummat manusia. Bukan suatu faktor penyebab timbulnya permusuhan atau perselisihan di muka bumi. Dengan berbagai perbedaan yang ada Indonesia dipersatukan dalam satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa. Keberagaman mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Menggambarkan bahwasannya Islam adalah agama yang damai.

Islam secara normatif melalui Al-Qur’an dan Sunnah telah menguraikan tentang kesetaraan dalam bermasyarakat yang tidak mendiskriminasikan kelompok manapaun. Agama Islam memandang segala perbedaan tersebut sebagai sebuah anugerah Tuhan yang begitu besar yang seharusnya disyukuri.

Dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara masyarakat multikulturalis dalam pandangan Islam memiliki kedudukan yang sama, tidak ada yang merasa paling unggul ataupun paling hebat dari yng satu dengan yang lain. Mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama baik dalam bidang sosial, poltik mupun hukum.

Islam mengajarkan suatu konsep bahwa perbedaan seharusnya membuat ummat manusia bisa saling melengkapi antara satu umat dan umat lainnya bukan malah menjadi faktor yang menjadi penyebab perselisihan.

Dengan pengetahuan dan pemahaman tersebut diatas yang telah tertanam pada diiri umat Islam, tentunya akan menjadi kendala bagi para penggiat pembumian nilai-nilai klturalisme di Tanah Ar yang multikulturalistik ini. Perlu adanya rumusan-rumusan maupun konsep-konsep segar dalam menyikapi pemahama yang telah menjadi harga mati bagi umat Islam. Karena jika dipaksakan maka hanya akan memicu reaksi negatif dan menuai hasil yang tidk sesuai dengan cita-cita misi multikulturalisme itu sendiri.

Oleh: Riska Septiyani Susanti (PC IMM Ahmad Dahlan Kota Surakarta)

editor
editor

salam hangat

Related posts

Leave a Comment