Etika Pergaulan Dunia Modern

khusnul Khuluq aktivis imm dan intelektual muda muhammadiyah

Modernis.co, Kediri – Seperti apa kondisi dunia modern dewasa ini? Apa konsekuensinya pada manusia dan kebudayaan? Bagaimana etika bergaul di dunia modern? Pertanyaan-pertanyaan ini yang akan kita diskusikan dalam ulasan ini.

Abad modern ditandai dengan meletusnya revolusi saintifik sekitar 500 tahun silam. Di mana, di dalamnya mulai berkembang pesat ilmu pengetahuan, teknologi, dan berbagai ideologi modern.

Teknologi terus berkembang. Arus deras informasi dan terbukanya jaringan komunikasi palan-pelan mengurai sekat-sekat kebudayaan. Memang, berkembangnya nation state adalah salah satu dampak dari modernisme. Nation staste seakan mengubah dunia menjadi kavling-kavling kecil. Dengan batas-batas yang ketat. Namun, batas-batas itu dewasa ini semakin memudar.

Roda ekonomi menggerakan jutaan ton barang-barang ke berbagai belahan dunia dalam hitungan menit. Batas-batas antar negara seakan tidak ada lagi. Inilah apa yang disebut oleh Kenichi Ohmae sebagai the bordeless world. Dunia tanpa batas. Dunia hanya menjadi beberapa kawasan ekonomi.

The bordeless world dan menguatnya jaringan transportasi global segera menciptakan the borderless people. Manusia tanpa batas. Tidak ada lagi sekat-sekat antar bangsa. Tidak ada lagi sekat antar kebudayaan. Segera dunia menjadi semacam suatu desa yang luas. Dimana semua penduduknya dapat terhubung. Inilah yang disebut oleh Marshall Mcluhan dengan global village.

Mungkin, ada benarnya apa yang dituturkan oleh Yuval Noah Harari. Bahwa manusia, yang olehnya selalu disebut homo sapiens, pada awalnya adalah satu kelompok kecil hasil mutasi genetik yang berkembang di sudut Afrika. Kemudian mereka berbiak dan menyebar ke berbagai belahan dunia. Di tempat masing-masing, mereka mengembangkan kebudayaan yang unik. Dan akhirnya akan saling bertemu menjadi satu lagi. Awalnya satu kelompok, berkembang, menyebar, kemudian menyatu lagi. Pemersatuan global. Hasilnya mirip dengan global village ala Marshall Mcluhan.

Global Village menuntut manusia untuk aktif dalam pergaulan global. Siapa yang menutup diri terhadap dunia global akan hilang dari peredaran. Dalam konteks global village, satu entitas dapat mempengaruhi entitas lain di belahan dunia lainnya. Inilah yang disebut oleh Anthony Giddens dengan istilah globalisasi. Istilah ini di Indonesia sudah cukup familiar. Seperti itulah kondisi peradaban manusia dewasa ini.

Apa konsekuensi modernisme pada manusia dan kebudayaan? Abad modern tentu megubah secara drastis cara hidup manusia. Dan juga menyusun ulang struktur kebudayaan secara total. Modernisme menuntut manusia untuk mengesampingkan makna. Dunia modern menuntut manusia agar bertindak seefisien mungkin. Inilah kebudayaan baru yang didulang oleh modernisme.

Kembali pada apa yang disampaikan Harari. Bahwa, sejarah sedang bergerak menuju pemersatuan global. Inilah yang hasilnya saya sebut dengan global society (masyarakat global). Dengan demikian, seorang individu adalah bagian dari global society. Satu-satunya identitas adalah identitas warga dunia. Dan itu tidak dibuktikan dengan Kartu TAnda Penduduk (KTP). Tapi dibuktikan dengan fakta bahwa dia adalah manusia.

Hari-hari ini, semakin banyak orang yang mulai meninggalkan atau paling tidak mereka tidak terlalu mempedulikan identitas-identitas lokal seperti suku, agama, warna kulit, pekerjaan, atau daerah asal. Hanya kalangan yang tidak sadar akan masa depan yang masih bangga dengan identitas semacam itu. Artinya, kesadaran akan masa depan membuat individu-individu berduyun-duyun mendaftar menjadi angota global society.

Bagi saya, bangkitnya global society ditandai dengan runtuhnya  rasialisme. Berakhirnya ideologi-ideologi rasial seperti kasus runtuhnya Nazi Jerman yang juga mengakhiri perang dunia II sekitar tahun 1945. Dan disusul dengan berakhirnya politik apartheid afrika selatan tahun 1990an. Pasca kedua event ini, global society segera mendapatkan momentumnya.

Selain itu, diskursus hak asasi manusia (HAM) yang secara formal mulai menjadi trend global pasca Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) tahun1948 memuluskan jalan bagi terbentuknya global society. Pasca itu, berbagai instrumen HAM terus dikembangkan. Ini memberikan arah baru bagi dunia modern.

Bagaimana etika bergaul di dunia modern? HAM mendapatkan sambutan hangat dalam global society. Hari-hari ini, dunia berbicara dengan bahasa HAM. HAM menjadi etika pergaulan global dewasa ini. Semua warga dari global society dituntut untuk dapat berbicara dengan bahasa HAM. Bahkan hingga anak-anak, harus mulai diajarkan berbicara dengan bahasa HAM. Anak-anak harus mengerti HAM sejak diri.

Di dalam kultur modern, dalam bingkai global society, tidak mejadi persoalan bagaimana dua orang memaknai sesuatu itu penting dan tidak penting. Satu hal yang pasti, yang mengikat keduanya adalah etika kebebasan dalam koridor HAM.

Silahkan Anda punya keinginan. Kejakan saja. Tapi jangan sampai keinginan Anda itu mengganggu atau bahkan merugikan orang lain. Kalau Anda ingin jungkir balik, silahakan saja. Tapi jangan sampai suara jungkir balik Anda itu mengganggu tetanggamu. Apa lagi mengajak tetanggamu jungkir balik.

Dalam konteks global society, tidak terlalu penting apa agama Anda, apa warna kulit Anda, apa jenis kelamin Anda, apa pekerjaan Anda, dari mana asal Anda, dan identitas-identitas lokal-spesifik lainnya. Dalam konteks global society, pertanyaan yang diajukan pada Anda akan tetap sama. Do you speak human rights? How is your human rights condition? Singkat kata, HAM menjadi tata pergaulan dalam global society.

Oleh: M. Khusnul Khuluq (Human Right Defender, Kader Muda Muhammadiyah)

M. Khusnul Khuluq
M. Khusnul Khuluq

Muhammad Khusnul Khuluq, S.Sy., M.H. Alumnus Jurusan Syariah Universitas Muhammadiyah Malang tahun 2015. Peraih The Asia Foundation Scholarship of Master Program on Syaria and Human Right Studies.

Related posts

One Thought to “Etika Pergaulan Dunia Modern”

  1. akbar

    artikel mantap dan mencerahkan semesta, hehe

Leave a Comment