Catatan Soal Hijrahnya Ibukota

hijrahnya ibukota

Modernis.co, Samarinda – Akhir bulan Agustus lalu (26/8/2019), dalam konferensi pers di istana negara. Presiden Jokowi mengumumkan terkait keputusan pemerintah untuk memindahkan ibukota ke Provinsi Kalimantan Timur. Tepatnya berada di dua kabupaten yaitu pada sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Lokasi tersebut disebut Jokowi paling ideal untuk dijadikan ibukota. Dalam konferensi pers tersebut, ada beberapa alasan pemerintah hingga diambilnya keputusan tersebut.

Keputusan Presiden

Pertama mengenai keputusan pemindahan Ibukota. Jokowi menyebutkan bahwa saat ini beban Jakarta sudah terlalu berat sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat pemerintah dan pusat jasa. Selain itu, beban pulau jawa menurut Jokowi semakin berat dengan penduduk 150 juta atau 54% dari total jumlah penduduk Indonesia. Selanjutnya, 58% produk Domestik Bruto (PDB) ekonomi Indonesia berada di Pulau Jawa. Artinya 42% lainnya terbagi ke berbagai wilayah di Indonesia selain Pulau Jawa.

Kedua mengenai keputusan menjadikan Kalimantan Timur sebagai ibukota. Jokowi menyampaikan bahwa Kaltim memiliki resiko bencana yang minimal, baik bencana banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, gunung berapi dan tanah longsor. Selain itu, lokasinya strategis yaitu berada ditengah-tengah Indonesia. Berada di wilayah perkotaan yang telah berkembang yaitu Samarinda dan Balikpapan. Memiliki infrastruktur yang lengkap serta tersedianya lahan yang dikuasai pemerintah seluas 180 ribu ha.

Dalam agenda konferensi pers tersebut, dihadiri oleh Gubernur Kalimantan Timur yaitu Isran Noor. Tentu saja keputusan tersebut menghadirkan mimik wajah berseri-seri yang tak mampu disembunyikan. Lantas apakah pemindahan ini benar-benar dapat memberikan berkah bagi seluruh masyarakat Kaltim? Apakah menjadikan Kaltim sebagai ibukota dapat menyelesaikan masalah yang telah ada? Atau malah menambah masalah?

Dalam hal ini tentu perpindahan ibukota dapat menjadi peluang, tantangan maupun persoalan. Peluang akan dapat diakses bagi orang yang siap dan mampu menghadapi tantangan berbagai macam perubahan kemudian mengambil porsi keuntungan dalam keputusan ini.

Adapun jika tak mampu beradaptasi, maka akan tertinggal bahkan menjadi korban atas berbagai macam perubahan kondisi sosial, ekonomi, politik, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari sini saya akan memberikan beberapa catatan yang perlu diperhatikan, yang tentunya dapat menjadi kekhawatiran bagi warga asli Kalimantan Timur.

Kondisi dan Tantangan Sosial Kalimantan Timur

Pertama, warga Kalimantan Timur saat ini telah didominasi oleh pendatang. Mulai dari jawa, sulawesi, banjar, bali maupun daerah lainnya yang sebagiannya memiliki kaitan dengan program transmigrasi era Presiden Soeharto. Selain itu, kekayaan sumber daya alam baik minyak bumi, batubara maupun kelapa sawit telah mendatangkan perusahaan skala nasional maupun internasional beserta rombongan pekerjanya ke Kaltim. Hal ini membuat persentase penduduk asli Kaltim semakin mengerucut. Bahayanya, kondisi ini dapat menghadirkan persaingan mulai dari kultur/kebudayaan, pendidikan, ekonomi hingga politik.

Kedua, dibalik kesumringahan Gubernur Kaltim yang menjadi gambaran kebahagiaan pemerintah daerah beserta para elit politik dan pengusahanya. Masih ada persoalan yang berpeluang untuk menjadi semakin kompleks di masa mendatang. Diantaranya yaitu akan adanya serangan kebudayaan yang mengancam jati diri masyarakat Kaltim.

Kaltim memiliki suku bangsa diantaranya Dayak, Kutai dan Paser. Dalam rumpun suku bangsa yang besar tersebut terbagi lagi kedalam skala yang lebih kecil karena memiliki kearifan tersendiri diwilayah kepercayaan, adat ataupun kebiasaan tertentu. Dayak misalnya, yang memiliki sub suku diantaranya dayak kenyan, dayak benuaq, dayak bahau, dayak tunjung, dayak kayan, dayak punan, dayak berusu dan lainnya.

Dengan kekayaan budaya yang begitu besar, hadirnya pendatang yang juga membawa kebudayaan dari tempat asalnya dapat menghadirkan adanya persaingan yang satu dan yang lain. Kebudayaan relatif dapat bertahan ketika memiliki penganut dalam jumlah besar secara turun temurun. Sedang dominasi pada suku bangsa tertentu dapat menggerus kebudayaan-kebudayaan lama dengan penganutnya yang sedikit.

Adanya keputusan pemindahan ibukota ke kaltim membuat adanya migrasi berbagai macam suku bangsa dalam jumlah yang jauh lebih besar dari suku bangsa setempat. Dominasi ini memberikan tantangan yang besar bagi suku bangsa di Kaltim untuk tetap bangga dengan kultur kebudayaannya.

Dalam hal ini, pemerintah daerah dan pemerintah pusat harus memikirkan pertautan kebudayaan dalam jumlah besar ini jangan sampai menggerus satu sama lain. Hadirkan persepsi di masyarakat bahwa segala suku bangsa itu setara, termasuk kebudayaannya. Tak boleh ada rasa minder terhadap suku dan kebudayaannya sendiri, sehingga melestarikan kebudayaan leluhur adalah hal yang membanggakan.

Makin Sengitnya Persaingan Ekonomi Dan Politik

Penunjukan kaltim sebagai ibukota Indonesia ini menjadi ajang persaingan baru dalam hal politik dan ekonomi. Memang secara sekilas keputusan ini memberikan keuntungan karena ini akan membuka peluang untuk berbagai macam sektor pemerintahan, perdagangan, jasa dan industri yang berkelanjutan sebagai pondasi ekonomi di Provinsi Kaltim.

Namun bila pemerintah dan masyarakat Kaltim tak memiliki keseriusan memanfaatkan peluang ini, maka tentu akan dimanfaatkan oleh para pendatang. Pemerintah daerah harus memastikan masyarakatnya dapat memperoleh kemanfaatan atas pindahnya ibukota, jangan sampai kalah, dirugikan apalagi terpinggirkan.

Perpindahan Ibukota dan Persoalan Ekologi Kaltim

Keputusan perpindahan ibukota harus menghadirkan strategi maupun cara-cara yang lebih baik dalam penyelesaian persoalan yang telah ada di Kaltim. Jangan malah menambah beban dengan menghadirkan masalah baru. Kaltim saat ini masih menjadikan sektor batubara, sawit dan minyak bumi sebagai pondasi ekonomi. Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mencatat, 73 persen daratan Kaltim beralih fungsi menjadi konsesi ekstraktif  (tambang, sawit, HPH, HTI dan migas). Seluas 5,2 juta hektare (43 persen) diantaranya adalah tambang.

Batubara telah jelas merusak keseimbangan alam. Banjir dan longsor semakin jamak terjadi di berbagai daerah di Kaltim. Penambangan batubara menyisakan lubang-lubang tambang yang menganga tak ditimbun oleh pengusaha bar-bar yang saat ini tercatat telah memakan korban hingga 36 orang terhitung sejak 2011. Data JATAM juga menyebut adanya 1.190 izin usaha pertambangan (IUP) di Kalimantan Timur dan 625 izin diantaranya berada di Kabupaten Kutai Kartanegara.

Adapun sawit, begitu masif dijadikan alasan untuk membuka lahan hutan. Dalam banyak kasus, kebakaran hutan sebagian besar disebabkan untuk memanfaatkan lahan sebagai perkebunan kelapa sawit. Perubahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit telah membuat tergerusnya keanekaragaman hayati pada hutan di kaltim, terjadinya konflik antara pemilik kebun dengan orang utan, kurangnya daya serap air kedalam tanah, semakin habisnya air tanah hingga semakin berkurangnya unsur hara didalam tanah.

Selain itu, pada pemanfaatan minyak bumi di Kaltim yang telah dilakukan sejak zaman penjajahan telah menyumbang kerusakan ekosistem laut dan pantai di sepanjang teluk Kota Balikpapan. Adanya insiden bocornya pipa yang memuat minyak milik pertamina tahun lalu telah mengakibatkan tercemarnya laut di Teluk Balikpapan yang berada tepat didepan lokasi ibukota.

Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) menyebutkan bahwa insiden tersebut menyebabkan kerusakan ekosistem, matinya plankton sebagai sumber makanan ikan, selanjutnya akan berdampak pada jumlah tangkapan nelayan dan berdampak pada ekonomi masyarakat. Hampir semua budidaya kepiting dan rumput laut rusak akibat tumpahan tersebut. Melalui citra satelit dalam waktu tiga hari pasca kejadian, luasan tumpahan minyak telah mencemari 200 kilometer atau 20.000 hektare.

Tanggung Jawab Pemerintah

Keluarnya keputusan dari pemerintah untuk menjadikan Kaltim sebagai ibukota harus diiringi dengan upaya penyelesaian masalah yang saat ini tengah dihadapi Kaltim. Diantaranya mengenai kondisi sosial, pendidikan, budaya, ekonomi dan ekologi. Pemerintah pusat harus mencarikan cara agar kaltim dapat segera mengurangi aktivitas industri di sektor usaha yang bersifat ekstraktif sejak saat ini dan beralih ke sektor usaha yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Beban kerusakan lingkungan yang telah terjadi di Jakarta, tak boleh ikut-ikutan dibawa ke Kaltim dan menambah beban persoalan bagi masyarakat kaltim.

Selain itu, tantangan akan adanya migrasi penduduk dalam jumlah besar ke Kaltim yang berpotensi menyebabkan kesenjangan kultur/kebudayaan, kesenjangan pendidikan, kesenjangan hubungan sosial, kesenjangan ekonomi dan kesenjangan politik bagi masyarakat setempat dan pendatang. Harus senantiasa dipersiapkan oleh pemerintah agar tak ada yang bersifat menggerus dan tergerus.

Selanjutnya, pemerintah harus benar-benar memperhatikan perpindahan ibukota dari segi dampak ekologis. Pengelolaan limbah yang tak boleh asal-asalan. Ibukota harus menjadi citra diri bangsa yang senantiasa memberikan contoh baik dalam menjalankan aktivitas ekonomi yang tidak merusak sebagaimana yang jamak terjadi di kaltim dalam industri batubara, sawit dan minyak bumi.

*Oleh : Muhammad (Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah IMM Kalimantan Timur)

Sumber
Terungkap! Alasan Khusus Jokowi Pindahkan Ibu Kota Negara, 26 August 2019 https://www.cnbcindonesia.com/news/20190826133550-4-94659/terungkap-alasan-khusus-jokowi-pindahkan-ibu-kota-negara

Resmi! Jokowi Putuskan Ibu Kota RI Pindah ke Kaltim, 26 Agustus 2019 https://finance.detik.com/properti/d-4681152/resmi-jokowi-putuskan-ibu-kota-ri-pindah-ke-kaltim

Jadi Ibu Kota Negara Baru, Lubang Tambang di Samboja Makan Korban Lagi Oleh Abelda Gunawan pada 28 Agustus 2019, https://m.liputan6.com/regional/read/4049046/jadi-ibu-kota-negara-baru-lubang-tambang-di-samboja-makan-korban-lagi?utm_source=Mobile&utm_medium=twitter&utm_campaign=Share_Top

Menyoal Beban Lingkungan di Kalimantan Timur Sebagai Ibu Kota Baru, 28 Agustus 2019, https://nasional.kompas.com/read/2019/08/28/12082781/menyoal-beban-lingkungan-di-kalimantan-timur-sebagai-ibu-kota-baru?page=all

Tumpahan Minyak Pertamina, Walhi Sebut Dampak Ekonomi dan Ekologi, 9 April 2018 https://bisnis.tempo.co/read/1077555/tumpahan-minyak-pertamina-walhi-sebut-dampak-ekonomi-dan-ekologi

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan fikiran-fikiran anda via website kami!

Leave a Comment