Etos Sosial Landasan Gerakan Muhammadiyah

lambang muhammadiyah

Modernis.co, Malang – Etos, menurut pengertian sosiologis tertentu, adalah sekumpulan ciri-ciri budaya, yang dengannya suatu kelompok membedakan dirinya dan menunjukan jati dirinya yang berbeda dengan kelompok-kelompok lain. Definisi lain menyebutkannya sebagai sikap dasar seseorang atau kelompok orang dalam melakukan kegiatan tertentu. Etos dapat dimiliki oleh seseorang, tetapi bisa pula merupakan ciri suatu kelompok masyarakat tertentu.

Etos sosial dapat bersumber dari nilai-nilai agama yang diyakini, dihayati, dan di amalkan. Tapi etos sosial dapat pula berkembang dari hasil pemikiran dan perbincangan publik dan lambat laun, melalui proses yang mungkin cukup panjang. Akhirnya diterima oleh suatu kelompok masyarakat luas. Etos sosial tidak sekedar pengakuan akan nilai-nilai, melaikan benar-benar diyakini dan damalkan secara konsekuen sehingga menimbulkan dampak sosial tertentu yang di asosisiakan dengan seseorang dan kelompok masyarakat.

Etos sosial yang berkembang dalam suatu masyarakat atau seseorang, bisa pula terjadi melalui suatu proses panjang yang di pengaruhi oleh kondisi alam tertentu. Etos kerja bisa berbeda-beda antara orang-orang di masyarakat pantai dengan di pedalaman atau di pegunungan antara di daerah kering dan kurang  subur dengan di daerah subur, antara masyarakat tropis yang memiliki dua musim dan empat musim. (Dalam buku, Dawam Raharjo Intelektual, Intelegensi dan Perilaku Politik Bangsa, Hal. 390-391).

Max Scheler memahami ethos sebagai kesatuan nilai-nilai yang paling menonjol yang dijunjung tinggi oleh suatu kelompok tertenu, terutama dalam hal bertindak dan bereprilaku. Ethos bangsa-bangsa di dunia menunjukan perbedaan-perbedaan pewujudan dan penghargaan nilai-nilai yang jelas, yang dipengaruhi oleh sejarah, wilayah dan lingkungan hidup manusia masing-masing bangsa itu. Ethos Prussia, misalnya, menjunjung tinggi kerja keras dan ketertiban, karena pengaruh tradisi suku, semangat, kenegaraan dan keadaan lingkungan hidup.

Selanjutnya menurut Max Scheler, sejarah perkembangan ethos bahkan merupakan pusat dari sejarah suatu bangsa, walaupun nilai-nilai sendiri bersifat tetap. Ethos sebagai rangkaian nilai-nilai yang diwujudkan oleh suatu kelompok tertentu bisa berubah dari jaman ke jaman. Ethos menunjukan kemampuan suatu bangsa mengambil bagian dalam mewujudkan dunia nilai yang tak terbatas. Hal.47 (Dalam buku, PENDIDIKAN NILAI MEMASUKI TAHUN 2000, Penyunting EM.K.Kaswardi,1993).

Etos memiliki kesamaan dengan sikap moral, walaupun tidak seluruhnya identik. Kesamaan terletak dalam sikap yang keduanya didasari sifat mutlak. Perbedaannya terletak pada tekanan, sikap moral menegaskan orientasi pada norma-norma sebagai standar yang harus di ikuti. Sedangkan etos menegaskan bahwa sikap itu sesuatu yang nyata-nyata mempengaruhi, menentukan individu atau kelompok orang yang mendekati atau melakukan sesuatu.

Etos mengungkapkan semangat dan sikap batin pada seseorang atau sekelompok orang yang didalamnya termuat tekanan dan nilai moral tertentu. Etos merupakan sesuatu yang dimiliki atau tidak dimiliki dan yang tidak dapat dipaksa. Etos merupakan deskriptif tentang sikap mental yang ada. (Franz Magnis Suseno, Berfilsafat dari Konteks).

Dapat disimpulkan bahwa, Etos adalah suatu sikap, pandangan khas, semangat yang mencirikan identitas atau eksistensi suatu kelompok dan negara yang membedakan kelompok dan negara lainnya. Etos adalah suatu norma atau ukurannya kelompok masyarakat yang sudah menjadi norma hidup dalam berperilaku, berintersksi, dan menjalani aktivitas kehidupan sehari-hari di masyarakat. Tentunya, keberadaan suatu Etos di masyarakat diibaratkan dua sisi mata uang.

Disatu sisi, etos dapat memberikan nilai positif seperti kerja keras, bersemangat, musyawarah, toleransi, gotong-royong, dan persaudaraan, dan lainnya. Yang bisa memberikan semangat perjuangan untuk mencapai kebaikan, keharmonisan, dan kesuksesan hidup di masa depan. Akan tetapi, disisi yang lain.

Etos dapat berdampak negatif seperti, korupsi, narkoba, pergaulan bebas, pornografi/pornoaksi, premanis, konflik kepentingan(kekuasaan),dll yang dapat merusak atau meruntuhkan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara di masa kini maupun di masa depan.

Etos merupakan salah satu kajian yang sering di pakai oleh seorang antropolog dalam menggambarkan kebudayaan yang khas dan membedakan antara negara atau kelompok tertentu. Misalkan semangat kapitalisme merupakan etos dalam protestan, hal ini dapat dianalisis dari ajaran protestan Mazhab calvibis tentang konsep keselamatan, asketis, dan gemar menabung. Menurut Max Weber, hal ini merupakan penggalian terhadap agama protestan yang tidak dapat diketemukan pada katolik. ( Manifesto Gerakan Intelektual Profetik, M. Abdul Halim Sani, Hal. 132-133).

Muhammadiyah sebagai gerakan sosial (social movement) maksudnya adalah segala upaya yang dilakukan oleh Muhammadiyah bertujuan untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang (islam) dalam rangka menegakkan ajaran-ajaran islam. Dalam konteks sosial, Muhammadiyah telah dan akan terus memberikan kontribusi dalam segala bidang politik, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan agama kepada bangsa dan hal ini telah dilakukan oleh Muhammadiyah sejak Muhammadiyah didirikan hingga saat ini.

Misi Muhammadiyah dalam bidang sosial diarahkan kepada terwujudnya manusia indonesia yang berkualitas dan mampu bersaing di dunia global. Dalam mewujudkan gerakan sosial tersebut, Muhammadiyah mendorong etos kerja dan amanah bagi semua pengemban amal usaha Muhammadiyah.

Selanjutnya, Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan, selama ini Muhammadiyah telah menyelenggarakan berbagai macam kegiatan yang bermanfaat untuk pembinaan individu maupun sosial masyarakat islam di indonesia, dan juga muhammadiyah tidak hanya melaksanakan dakwah kultural dan sosial di masyarakat tetapi juga melakukan perkaderan yang berjenjang di setiap ortom-ortomnya seperti IMM, HW, Pemuda Muhammadiyah, KOKAM, dan lainnya.

Untuk menguatkan struktur organisasi dan menyiapkan kader-kader yang dapat melanjutkan ideologi dan tujuan Muhammadiyah itu di masa depan. Muhammadiyah terus berupaya membangun dan membentuk karakter-karakter individu, kelompok masyarakat yang berkualitas sesuai dengan karakter, etika, dan akhlak islam.

Gerakan Muhammadiyah telah melahirkan kebudayaan yang berbeda, mempengaruhi kultur, paradigma dan etos kebudayaan. Sebagaimana dalam kerangka etos merupakan pandangan dasar yang berbedadari suatu komunitas atau masyarakat yang mencerminkan dirinya sendiri. Sedangkan menurut, Haedar Nashir bahwa Muhammadiyah dengan gerakannya memiliki dua etos yaitu;

  1. Etos keilmuan (kemajuan), Merupakan gerakan Muhammadiyah dalam mengatasi kemunduran dan kelesuan umat dalam bidang ilmu dan teknologi yang bertujuan ntuk mengembangkan sumber daya manusia. Semangat keilmuan ini dilihat dari penerapan dan penggabungan dua lembaga pendidikan yang aling bertentangan, antara pendidikan yang tradisionalis dan pendidikan modern yang bersifat sekuler. Penggabungan antara ilmu agama dan ilmu umum menjadikan corak yang khas pada lembaga pendidikan rintisan Muhammadiyah. Pendidikan yang dilakukan merupakan kritik terhadap terhadap keadaan pendidikan pada waktu itu. Pendidikan yang berjalan tanpa sapa dan beridiri sendiri antara agama dan dengan ilmu pengetahuan. (Abdul Munir Mulkhan, Kesalehan Multikultural).
  1. Etos Pembaharu (tajdid), Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharu merupakan sikap setelah mengetahui dan bagaimana cara merespon realitas. Tajdid yang dilakukan oleh Muhammadiyah merupakan hasil dialektika antara teks, konteks, dan kontektualisasi dari pemahaman keagamaan. Pemahaman keagamaan yang telah dikontruksi oleh Muhammadiyah bersifat praktis dan menjadikan agama dapat memberiakan rasa atau keguanaan pada masyarakat yang pada waktu itu mengalami ketertindasan. Semangat agama yang dibawa oleh Muhammadiyah merupakan semangat keagamaan yang bersifat praktis emansipatoris, liberatif, dan berpihak terhadap yang memarginalkan baik dalam aksesnya ataupun komunikasi. (Bahrus Suhur Iyunk, Teologis Amal saleh, dalam Abdul Halim Sani, Hal.137-138.

Kedua etos yang telah dimiliki oleh muhammadiyah tidak dapat dipisahkan karena sebagai gerakan yang berkemajuan dan pembaharu, muhammadiyah bersikap terbuka dan melakukan emansipatoris terhadap masyarakat memalui amal. Etos dalam muhammadiyah telah menjadi kebudayaan yang menciptakan tetanan masyarakat yang berilmu terbuka, toleran dan inklusif dalam menerima setiap perbadaan dan kemajuan zaman.

Dengan demikian, Ethos adalah sekumpulan ciri-ciri budaya, yang dengannya suatu kelompok membedakan dirinya dan menunjukan jati dirinya yang berbeda dengan kelompok-kelompok lain, atau sikap dasar seseorang/individu atau kelompok orang dalam melakukan kegiatan tertentu. Etos suatu nilai, pandangan khas, dan semangat yang dimiliki oleh setiap invidiu dan kelompok organisasi dalam berinteraksi untuk mencapai tujuan suatu organisasi.

Etos menegaskan bahwa sikap, nilai, norma itu sesuatu yang nyata mempengaruhi, menentukan individu dan kelompok orang melakukan sesuatu sesuai misi-tujuan organisasi.

Etos sosial dapat bersumber dari nilai-nilai agama yang diyakini, dihayati, dan di amalkan. Etos sosial tidak sekedar pengakuan akan nilai-nilai, melaikan benar-benar diyakini dan diamalkan oleh individu dan kelompok organisasi secara konsisten/istiqomah sehingga menimbulkan dampak sosial tertentu bagi seorang individu, kelompok masyarakat dan negara.

Muhammadiyah sebagai gerakan sosial (social movement) maksudnya adalah segala upaya yang dilakukan oleh Muhammadiyah bertujuan untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang (islam) dalam rangka menegakkan ajaran-ajaran islam.

Menurut, Haedar Nashir bahwa Muhammadiyah dengan gerakannya memiliki dua etos yaitu:

1). Etos keilmuan (kemajuan), Merupakan gerakan Muhammadiyah dalam mengatasi kemunduran dan kelesuan umat dalam bidang ilmu dan teknologi yang bertujuan ntuk mengembangkan sumber daya manusia.

2). Etos Pembaharu (tajdid), Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharu merupakan sikap setelah mengetahui dan bagaimana cara merespon realitas. Tajdid yang dilakukan oleh Muhammadiyah merupakan hasil dialektika antara teks, konteks, dan kontektualisasi dari pemahaman keagamaan.

*Oleh : Fitratul Akbar (Mahasiswa Program Studi Ekonomi Syariah FAI UMM) 

Fitrah TA
Fitrah TA

Pegiat Isu Keislaman dan Keindonesiaan

Related posts

Leave a Comment