Pejuang Sunyi, Perjalanan Menggapai Cahaya Cinta-Nya

pejuang sunyi

Acara berlangsung tanggal 13 Februari 2018 yang diselenggarakan oleh salah satu komunitas di Malang, yaitu Akar Tuli. Acara dengan judul Syahadat Isyarat Cinta-Nya merupakan acara “Deaf Rihla” yang pertama di Indonesia. Pengisi diacara kali itu adalah seorang pendiri sekolah muslim tuli, Al-Ishara di United Kingdom (UK), pengusaha muslim tuli perusahaan layanan Jurbah Tuli ‘Lingoing UK’ bernama Sadaqat Ali.

Sejujurnya, ini adalah acara pertama kali yang saya ikuti bersama dengan teman-teman deaf. Awalnya memang agak bingung, karena dapat informasi mengenai acara ini sangat mendadak, sempat hampir tidak bisa ikut karena kuota sudah penuh, tetapi dengan kebaikan hati panitia akhirnya diijinkanlah ikut acara tersebut.

Apa itu Deaf Rihla? Jadi Deaf Rihla adalah proses perjalanan spiritual seorang tuli muslim mencari kebenaran Islam, mencari informasi-informasi mengenai Islam, dan mencari jalan kebaikan menuju Allah Subhanahu wata’ala.

Diawal acara diisi dengan sedikit pelajaran bahasa isyarat bagi teman-teman Dengar atau mereka menyebutnya teman hearing. Nah, ini juga pertama kalinya saya belajar bahasa isyarat, sangat sedikit, tapi ini adalah ilmu baru. Teman-teman deaf mengajarkan mulai dari abjad A sampai dengan Z, isyarat menyampaikan “nama saya”, dilanjutkan dengan sapaan yaitu bahasa isyarat dari Assalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh dan Wa’alaykumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh, dan yang terakhir adalah ucapan “terimakasih dan sama-sama”. Senang? Jelas.

Setelah sedikit pelajaran bahasa isyarat dari teman-teman deaf, acara dilanjut dengan pembukaan, acara dibuka dengan membaca Surah al-Fatihah bersama-sama. Nah, this is the special moment I had. Al-Fatihah adalah salah satu surah yang tidak pernah tidak dibaca disetiap harinya. Tapi, di acara kali ini benar-benar rasa dari surah al-Fatihah itu ada. Pembaca surah al-Fatihah adalah salah satu teman deaf dengan bahasa isyaratnya yang begitu luar biasa, yang tetap dilantunkan juga oleh teman hearing.

Surah al-Fatihah benar-benar begitu sangat terasa dan tersampaikan. Bahkan tak terasa rasa harupun muncul. Sampai disini terasa ada hal yang terlintas dalam pikiran, bahwa al-Quran begitu sangat mulia, bahkan semua orang mampu untuk membaca dan memahaminya dengan cara mereka masing-masing. Dan tetap bisa tersampaikan isinya dengan sempurna.

Masuk pada acara inti dengan pembicara yang juga luar biasa. Seperti yang sudah tertulis diatas, yaa beliau adalah satu-satunya orang dari anggota keluarganya yang terlahir dengan tuli, namun mampu dan mau untuk terus belajar dan belajar. Baginya deaf adalah unik, memang banyak orang yang mengatakan bahwa deaf adalah kutukan, tapi menurut beliau uniknya adalah tak ada bahasa yang lebih indah dari bahasa deaf.

Mungkin memang mereka tidak bisa mengerti oranglain lewat pembicaraan verbal mereka, namun, deaf bisa melihat itu dari mata dan dengan hati. Satu ayat yang selalu dipegang, ayat dari Quran Surah ar-Rahman, “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?” jadi ini adalah kenikmatan, ini adalah hal spesial yang Allah telah berikan kepada teman-teman deaf.

Yang jelas, apapun yang terjadi kuncinya hanya satu “tetaplah bersyukur”. Allah adil terhadap setiap makhluknya. Sampai disini pikiran kembali menemukan sebuah kalimat yang pernah disampaikan seorang ustadz, bahwa “Saat Allah menutup satu pintu, maka Allah telah membukakan pintu nikmat yang lainnya.”.

Mr. Sadaqat Ali bercerita, bahwa “Saat kita ditolak, ya sudah. Tak  masalah, tak perlu frustasi, silahkan saja. Saya deaf , saya pakai bahasa isyarat untuk berkomunikasi, ini dari Allah dan semoga Allah selalu membantu. Saya mencari dan terus mencari, hingga akhirnya bertemu dengan deaf yang lain. Tak selesai sampai disitu, kami mencari lagi dan mencari lagi, sampai pada akhirnya kami menemukan teman hearing yang bisa berbahasa isyarat, dan akhirnya kami saling bertukar informasi dengan para hearing tersebut, Alhamdulillah teman hearing tersebut bersedia untuk membantu.”

Mr. Sadaqat Ali juga menyebutkan bahwa “Deaf is beautiful, so how to be a beautiful deaf?” dia melanjutkan, “yang pertama adalah BANGGA. Ya, yakinlah bahwa setiap orang pasti punya kelebihan diatas kekurangan yang Allah berikan, dan yakinlah bahwa tidak ada satupun manusia yang diciptakan sempurna di muka bumi. Yang kedua adalah SYUKUR, apa yang disyukuri?, bersyukur karena Allah telah memberikan kehidupan.

Allah tidak menginginkan kita jatuh, Allah tak menginginkan kita banyak masalah yang membebani kita dan yang jelas Allah tidak jahat. Allah telah memberi saya otak untuk berpikir, Allah telah memberi bahasa isyarat untuk kita berkomunikasi langsung dengan Allah sendiri, dan Allah juga memberi hati yang menggebu-gebu dan hati yang terus berkembang dan bangga karena menjadi tuli muslim.”

Sesi pertama ditutup dengan sebuah ayat yang juga menarik untuk Mr. Sadaqat Ali, bahwa “orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah, ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra’d : 28). Jadi percayalah, bahwa yang penting hati kita. Kita yakin kepada Allah, kita tau bahwa Allah dekat dan Allah adil.”

Acara dilanjutkan dengan sholat berjamaah. Sedikit cerita, saat antri untuk mengambil air wudhu, disitu saya bertemu dengan seorang ibu-ibu. Saya hanya tersenyum dan menganggukkan kepala kepadanya. Tiba-tiba beliau menanyai saya, dan kamipun bisa sedikit mengobrol memanfaatkan waktu sambil menunggu antrian.

Beliau orang Mojokerto, dan beliau memang mengkhususkan diri untuk mendatangi acara itu karena beliau mempunyai anak yang berumur 7 tahun dan seorang tuli. Saya bertanya bagaimana komunikasi dengan anaknya, dan beliau menjawab kalau beliau menggunakan isyarat-isyarat semampu beliau.

Beliau juga belajar bahasa isyarat dengan guru disekolah anaknya. “Ya, ini saya datang kesini biar dapat info baru juga mbak. Demi anak saya.” Dalam posisi ini orang macam saya memang harus menguatkan diri, karena tipe orang baperan. Benar-benar dalam keadaan mata yang sudah berkaca-kaca. Sedikit senyum dan akhirnya bisa meninggalkan siibu karena antrian wudhu sudah berganti, lebih lama disitu dan lebih lama mendengar cerita beliau mungkin sudah tak terbendung lagi air matanya.

Lanjutt, special moment kembali menghampiri, saat saya duduk disebelah seorang perempuan deaf. Dia cantik, senyum selalu mengembang dibibirnya, tanpa sadar saya bertanya asalnya, dan dia tidak bisa mendengarnya. Tapi Alhamdulillah dia bisa membaca gerak bibir. Dia berasal dari Malang, dan saat tahu bahwa saya berasal dari Magetan, dia berkata kalau neneknya adalah orang Magetan. “Ya Rabb, Engkau luar biasa, ini bumi-Mu” batinku. Dia menanyakan nama, dan karena nama saya sedikit sulit dengan huruf konsonan yang berdampingan akhirnya ilmu dari teman-teman deaf bermanfaat.

Aku mengejakan namaku dengan bahasa isyarat kepadanya, dan Alhamdulillah dia mengerti, walau aku masih mengejanya pelan-pelan. Oke, for your information, sebelum sholat dimulai ada satu hal yang menggelayut dipikiran, “Siapa yang jadi imamnya? Dan bagaimana mereka bisa tau ini saatnya rukuk, I’tidal, sujud, dll sampai sholat selesai” pemikiran bodoh yang terlintas di otakku. Dan semua terjawab, imam sholat dhuhur hari itu adalah Mr. Sadaqat Ali yang dengan fasih mengucapkan setiap ‘instruksi’ dalam sholat, dan semua teman bisa mengikuti.

Setelah sholat selesai, kami kembali ketempat duduk kami masing-masing. Tak langsung ke acara, masih ada sedikit jeda. saat-saat seperti ini aku bagaikan orang kikuk, karena berada ditengah-tengah mereka dan belum  mengerti bahasa isyarat. Hanya berdiam diri, lihat hp, dan sesaat melihat sekitar. Mereka asyik bercengkerama bersama, baik antar deaf ataupun antara teman deaf dan teman hearing yang sudah lihai dengan bahasa isyarat. Mr. Sadaqat Ali sedang berbicara dengan translatornya dan seorang ibu.

Terdengar Mr. Sadaqat mampu berbicara walau tak sejelas orang lainnya, tapi sedikit-sedikit bisa dipahami. Sepintas saya dengar, bahwa proses beliau juga tak mudah. Beliau berasal dari UK, beliau belajar bahasa arab terlebih dahulu, namun bukan bahasa arab harian yang beliau pelajari, tetapi belajar bahasa arab al-Quran, karena menurutnya bahasa al-Quran akan bisa dipahami oleh semua orang, dan setelah itu beliau menerjemahkan dalam bahasa keseharian. Itu sedikit yang saya dengar dari beliau langsung kepada seorang ibu.

Selang beberapa waktu, acara dilanjutkan. Mr. Sadaqat Ali menjelaskan mengenai bagaimana membersihkan hati. Jelasnya, “first, hentikan bicara kotor dan berbicara yang tidak bermanfaat. Second meredam amarah. Benar, pasti akan ada orang yang mengolok-olok atau tetap tidak terima dengan keberadaan kita, tapi tetaplah untuk menahan amarah, dan jangan sampai terbawa oleh emosi buruk.

Yang ketiga, berhenti berbohong, baik pada diri sendiri maupun pada oranglain. Keempat adalah tidak menjadi orang yang munafik, dan yang terakhir adalah berhenti menghakimi oranglain. Kalau semua itu bisa di manage dengan baik, insyaAllah hati kita akan bersih dan tidak akan merasa susah ataupun terlalu sedih pada sesuatu.”

Di penjelasan-penjelasan terakhir, beliau menjelaskan kalau sebagai umat Islam memang harus saling membantu dan tidak boleh berlaku buruk. Pada siapapun, baik yang seagama maupun yang berbeda agama, semua harus bersikap baik. Islam itu tidak menunjukkan kesombongan, tetapi berbagi hal-hal baik dan saling membantu. Yang harus ditunjukkan adalah perasaan tulus dan perilaku baik kita untuk memanusiakan manusia. Dan Allah akan mencintai manusia yang mau menolong manusia lain.

” Disitulah pesan tersirat bagi kami yang diberi kelebihan atas kekurangan mereka. Adanya kita, sebagai teman Dengar (hearing) adalah untuk membantu mereka. Menyampaikan informasi yang sulit untuk mereka dapatkan. Banyak teman deaf yang belum banyak tau tentang ajaran Islam.

Bahkan ada seorang teman yang bertanya “bagaimana pakaian saat kita sholat? Apakah boleh motif atau harus polos, atau seperti apa?, Bagaimana kalau ada kucing lewat didepan kita saat kita sholat?”. Dan masih banyak pertanyaan seputar ibadah yang bisa dikatakan sudah dipahami oleh teman hearing dari mulai mereka kecil. Tapi informasi itu sulit didapat dan diterima oleh teman deaf. Sampaikan walau satu ayat, kesiapa saja.

Bahkan inilah saatnya, kita membantu mereka mendapatkan informasi yang ingin sekali mereka ketahui dan dengan begitu mereka bisa mengamalkannya dengan baik. “Masih banyak teman deaf  yang membutuhkan semua informasi mengenai ibadah untuk bekal hidupnya, dan untuk mempersiapkan dirinya menemui Rabb-nya.

Ini adalah tugas teman hearing. Akan lebih indah jika kita semua saling membantu dan melengkapi.” Yaa. Kita adalah makhluk Allah yang diciptakan untuk saling memberi dan saling melengkapi. Sisbiosis mutualisme, kita belajar bahasa isyarat dari teman-teman deaf, dan kemudian kita bisa berbagi berbagai informasi dengan mereka.

Ow ya, ada cerita lucu juga. Saya bisa mengatakan itu lucu, karena semua orang di ruangan tertawa saat salah seorang teman deaf menanyakan suatu pertanyaan, “begini, ada seorang laki-laki tuli akan menikahi seorang perempuan, otomatis ijab qobulnya akan disaksikan oleh banyak orang dan saksi,. Karena keterbatasan dari laki-laki, maka dalam pernikahan itu ada seorang translator. Nah pertanyaannya, apakah translator itu juga dikatakan menikahi istri saya, kan dia juga mengucapkannya?” sontak semua orang tertawa, tak terkecuali.

Setelah dijawab oleh pemateri, dengan polosnya teman deaf yang bertanya itu tadi menunjuk ke temannya “Nah, itu. insyaAllah dia tidak menikahi istrimu.” Dan ada guyonan “santai-santai, insyaAllah istrimu tetap menjadi milikmu, tak akan diambil oleh translator.” Hahaha. Tertawa dan berbahagia bersama mereka, itu menyenangkan.

Terakhir, sebelum cerita ini ditutup, sedikit hal yang bisa dijadikan contoh. Disana tadi, ada seorang teman hearing yang benar-benar peduli kepada teman-teman deaf. Beberapa ada yang datang karena sahabatnya adalah seorang tuli, jadi dia ingin datang untuk bisa lebih memahami dan membantu  temannya, ada ibu yang datang untuk anaknya seperti yang telah tertulis diatas tadi, dan ada sepasang suami istri yang terlihat begitu romantis, si istri begitu tulus menjelaskan kepada suaminya apa yang kurang jelas dari penjelasan translator, dan mereka juga terlihat bercanda tawa bersama.

Ya, hari itu adalah hari yang special.  And I am so happy. Satu hal lagi yang benar-benar Allah Subhanahu wata’ala yang langsung turun tangan untuk melangkahkan kaki ini ke tempat tersebut.

Oh ya, ada sebuah pesan dari teman deaf , “Jangan panggil saya tuna rungu, karena tuna artinya rusak, dan rungu artinya pendengaran. Jadi tuna rungu berarti rusak pendengarannya. Jangan, kami bukan tuna rungu. Kami memilih (disebut) Tuli. Karena, tuli adalah kelompok bahasa isyarat yang memiliki identitas, budaya, dan komunikasi tuli. Kami memiliki pilihan komunikasi, yaitu bahasa isyarat, tulisan verbal-lipreading (membaca gerak mulut dan lain-lain).”

*Oleh : Claudia Widya (Mahasiswa Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang)

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan fikiran-fikiran anda via website kami!

Related posts

Leave a Comment